“Wintertime wind blowin’ and freezin’, comin’ from nothern, storm in the sea, love has been lost is that the reason, trying desperately to be free”
Wintertime love, The Doors
I. Sekilas Pandang Jaringan Anti Otoritarian
Jaringan anti otoritarian pada awalnya dibentuk dari jaringan antar individu yang bersepakat untuk tetap berkomunikasi pasca “Street Art Festival” di Jakarta yang diadakan dalam rangka mengenang aksi di Seattle sekitar tahun 2004 yang berakhir dengan pembubaran event itu oleh preman-preman sewaan Pemda. Pembubaran itu samasekali tidak mendapat “tanggapan” dari “panitia” “Street Art” dan mengakibatkan terusirnya partisipan luar Jakarta. Aktivitas ini digagas (atau setidaknya begitulah yang tercantum pada “surat edaran” mereka) oleh Institute Global Justice, kelompok Taring Padi, Yogyakarta dan sebuah kelompok dari Surabaya (saya lupa namanya). Dari “kekacauan” seperti inilah lantas jaringan anti otoritarian terbentuk dengan “memusatkan” diri di Jakarta, dimana sebelumnya telah terbentuk jaringan anarkis; Jakarta Anarchist Resistance (selanjutnya disebut JAR). Pasca “Street Art”, JAR-lah yang kemudian bertransformasi menjadi “pusat” jaringan anti otoritarian. Dari sekian lama komunikasi antar individu yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, maka mereka memutuskan untuk menunjukkan keberadaan mereka melalui momen mayday.
Di Yogyakarta sendiri, jaringan anti otoritarian memiliki organnya yang berdiri sendiri; Affinitas dan Taring Padi. Affinitas berafiliasi dengan Food Not Bomb (selanjutnya disebut FNB) yang biasanya tiap beberapa bulan sekali membuka dapur umum yang membagikan makanan gratis untuk semua orang[1]. Kebanyakan individu-individu di dalam Affinitas adalah berlatar-belakang mahasiswa atau bekas mahasiswa yang tadinya tergabung dalam kelompok-kelompok aksi mahasiswa (kiri) yang lebih cenderung “berpedoman” pada Marxisme-Leninisme. Pada aksi mayday bulan mei lalu, berbagai organ anarkis tumpah di Jakarta tapi ada juga beberapa daerah yang “memiliki” organ anarkis tidak ikut ke Jakarta tapi mereka beraksi di daerahnya sendiri. Tetapi aksi itu sendiri merupakan momen tersendiri untuk bertemu muka lagi dan menegaskan kembali keberadaan mereka, hal ini bisa dilihat dari dari graffiti yang mereka buat pada saat aksi mayday (foto terlampir). Satu hal menarik yang saya perhatikan; style. Beberapa dari mereka terlihat seperti punk tetapi dalam berbagai percakapan mereka tidak mengidentifikasikan diri mereka sebagai punk. Selanjutnya saya akan mencoba membandingkan model aksi dan style antara punk (yang kebetulan juga melakukan aksi pada saat yang sama di tempat yang sama dan di barisan yang sama) dengan partisan dari jaringan anti otoritarian.
II. Aksi Mayday yang “Tidak Konvensional”
Seperti biasa, jika kita mendengar kata “demo”, yang langsung melintas dibenak kita adalah sekelompok orang yang berbaris dengan seorang pemimpin demo didepan barisan memegang speaker dan berorasi disepanjang jalan. Barisan yang mengikuti pemimpin demo akan terlihat banyak memegang poster yang berisi hujatan-hujatan. Atau, aksi demo yang paling “baru” biasanya akan diselingi dengan aksi teaterikal yang mana pemeran-pemerannya mengecat tubuh mereka dan memasang muka menyedihkan bagi yang berperan sebagai rakyat kecil, sementara yang berperan sebagai pejabat terlihat angkuh dibalik balutan batik atau jas dan peci hitam.
Hari itu 1 Mei 2007, terlihat ada yang sedikit berbeda dengan aksi-aksi “standar” yang diperlihatkan oleh para buruh yang turun ke jalan. Sekelompok orang “berbaris” dengan tidak teratur yang dari kejauhan terlihat seperti segerombolan punk yang akan pergi ke konser musik. “Barisan” itu benar-benar “kacau”, terlihat beberapa orang bermain sepak bola di tengah jalan, beberapa lainnya (para “bomber”; sebutan untuk seniman graffiti) “tertinggal” di belakang membuat graffiti di tembok jalanan dan merespon iklan dengan spray paint yang dibawanya, beberapa lainnya menyebarkan phamplet sampai ketengah kendaran yang terjebak kemacetan akibat aksi mayday, beberapa lainnya memakai kaleng-kaleng bekas cat dan bekas botol minuman mineral untuk membuat musik yang terdengar “sumbang”, dan yang lainnya mengibar-ngibarkan bendera merah-hitam dan bendera hitam bergambar circle A berwarna putih dan merah. Yang berada di “barisan” paling “depan” membawa spanduk hitam dengan tulisan berwana merah yang berbunyi “Bos Butuh Kamu, Kamu Tidak Butuh Bos”. Mereka semua “berseragam” serba hitam. Sebuah pertanyaan yang “mengganggu” terbit; apakah ini adalah semacam aksi anarchist’s revival setelah para anarkis dibungkam pada peristiwa Haymarket yang juga berlatar aksi kelas pekerja?
Aksi itu terlihat sangat berbeda dibandingkan dengan kelompok lain yang “hanya” berbaris rapi mengikuti “kepala” kelompoknya yang berorasi dan atau mengikuti “patung” kertas yang membentuk tikus dan ditempeli kertas bertuliskan kata “The King of Coruptor”. Sejenak saya teringat aksi di Seattle yang tampilan luarnya menyerupai aksi ini. Para pendemo di Seattle[2] juga tidak memakai aksi yang “konvensional” dalam aksi mereka. Mereka menari-nari ditengah jalan sampai akhirnya aparat dibuat kesal oleh tarian yang tidak jelas dan mulai membunuh satu-persatu para pendemo (menurut saya bukan esensi tarian itu yang membuat kesal aparat, tapi aksi reclaim the street itu seakan menyingkirkan aparat sampai pada titik dimana mereka tidak bisa lagi menggunakan kuasanya sebagai aparat ditambah lagi (mungkin) perintah dari “atas”). Aksi di Seattle ini menurut saya, banyak berpengaruh pada banyak sekali aktivis kiri di Indonesia (sejauh yang saya tahu, terutama aktivis anti otoritarian).
Aksi di Jakarta oleh jaringan anti otoritarian menghasilkan banyak graffiti yang menarik; salah satunya adalah tulisan “Kami Ada” yang “diikuti” oleh simbol circle A. Graffiti-graffiti yang berserakan itu sendiri adalah sebuah aksi tersendiri yang telah dikoordinasikan dalam tubuh jaringan anti otoritarian sebelum melakukan aksi di jakarta waktu itu. Dengan demikian jelas terlihat bahwa gariffiti-graffiti itu adalah sebuah penegasan akan keberadaan mereka yang selama ini terlupakan (atau sengaja dilupakan?). Jauh setelah aksi itu berakhir, ketika Jakarta kembali tenggelam dalam kesibukannya, ketika orang yang berlalu-lalang melihat graffiti itu, mereka akan kembali teringat sepasukan manusia “berseragam” hitam, saya kira itu yang diharapkan dari aksi graffiti itu. Circle A sendiri telah sedemikian luas dikenal sebagai simbol anarkis(me), namun pemberitaan media yang sedemikian gencar yang secara langsung mengarahkan setiap kerusuhan sebagai aksi anarkis(me) dan para intelektual negara yang tanpa malu-malu juga menggunakan kata anarkis(me) untuk menunjuk kerusuhan, lantas ingatan “penonton” terbawa pada wacana media dan atau intelektual negara atau “aksi damai” para anarkis yang mereka lihat pada 1 mei. Ada dua kemungkinan. Jika aksi damai para anarkis itu membekas dalam ingatan karena aksi mereka yang cukup berbeda dari kelompok lain, kemungkinan terbesar “penonton” yang terkesan akan menunjuk aksi itu sebagai signifier yang menentang signifier yang ditawarkan wacana media dan atau intelektual negara dan pemaknaan akan anarkis(me) akan berubah menentang “arus utama” wacana negara. Kemungkinan kedua, pemaknaan yang menekankan bahwa anarkis(me) adalah kerusuhan tidak akan berubah karena propaganda negara melalui media sedemikian kencang serta dilakukan terus menerus tanpa henti, dan para penonton yang “lelah” dengan “wacana-wacana ilmiah” yang tetap saja tidak membuat perubahan pada hidup mereka tidak akan ambil pusing dengan aksi kemunculan kembali anarkis(me) ini. Hal lain yang saya kira juga berpengaruh adalah sisi historis circle A di Indonesia yang kemunculannya pertama kali melekat pada “tubuh” punk. Hal ini memunculkan kemungkinan ketiga, dimana graffiti circle A akan dimaknai sebagai ulah anak-anak nakal punk yang sedang mencari identitasnya dan sebentar lagi sadar dan kemudian akan berjalan pada “batas-batas kenormalan”.
Pengaruh media dalam kebangkitan kembali anarkis(me) ini juga memegang peranan yang cukup penting, mengingat realitas sosial (terkadang) dibentuk oleh realitas media. Sementara itu media masih berperan sebagai organ propaganda kekuasaan, mengutip Noam Chomsky; Media disini sebagai media propaganda yang membuat persetujuan buatan, yaitu mengadakan suatu persetujuan dengan masyarakat dimana masyarakat sebenarnya tidak menginginkan hal itu[3]. Untuk menghubungkan antara media dengan anarkis(me) bisa dilihat berapa banyak kata anarkis(me) yang disebut media untuk mengganti kata kerusuhan, kekacauan, kekerasan dan seterusnya yang sejenis. Hal ini berpengaruh besar juga pada pembentukan opini massa yang kemudian akan mengarah pada pengharaman anarkis(me) tanpa merasa harus membaca atau mencari informasi yang “benar” mengenai hal tersebut. Kuasa media ini juga berpengaruh pada pembentukan “tubuh” punk, dimana seorang punk akan merasa lebih punk jika sudah melakukan tindak kekerasan[4]. Dalam konteks kekinian, bisa dikatakan hal itu sudah tidak berlaku lagi, karena mayoritas kelompok punk sudah lebih berorientasi pasar, meskipun masih ada beberapa kelompok yang mencoba untuk tetap “beroposisi” dengan pasar. Dan simbol circle A dalam punk kini hanya sebagai pelengkap gaya berpakaian dan itu ditegaskan kembali oleh media melalui rubrik fashion-nya. Sementara itu, media “alternatif” seperti halnya indie media atau rumah kiri yang bergerak di ruang maya alias internet “tidak bisa” diakses secara “massal” mengingat kelas yang diperjuangkan oleh para anarkis ini adalah kelas pekerja yang tidak bisa tidak bekerja hampir 24 jam setiap harinya. Kelas ini tidak mendapat akses sepenuhnya pada informasi, yang tertinggal adalah para intelektual kelas menengah yang diharapkan melakukan bunuh diri kelas dengan berpihak pada kelas pekerja. Tetapi dengan mengandalkan kaum “kiri tradisional”, hal ini tidak akan terjadi, karena “kiri tradisional” akan mengetengahkan konsep negara transisi a la Lenin dengan kepemimpinan seorang kamerad karena bodohnya kelas pekerja. Sebagai contoh yang mungkin tepat, bisa disebut suburnya pertumbuhan organ-organ mahasiswa (kiri) yang mengambil garis “perjuangan” Leninis, dimana dalam setiap diskusi dalam tubuh Affinitas, yang paling banyak disebut sebagai organ Leninis adalah LMND. Anarkis(me) yang tidak membawa asumsi bahwa suatu bentuk kuasa baru akan lebih baik daripada kuasa yang diruntuhkan dan kelas pekerja ini adalah sekumpulan orang bodoh, (menurut saya) lebih berat pada konsepsi sindikalisme yang mengusahakan semua orang bekerja sama tanpa hirarki yang jelas (mungkin yang dimaksudkan disini adalah seperti apa yang dilakukan oleh Partai Hijau).
III. Pertemuan Kelompok Anarkis dan Punk
Pada tempat dan waktu yang sama, kelompok punk juga melakukan aksi yang “serupa” dengan kelompok anarkis, mereka “bergabung” dalam satu “barisan” yang sama. Dari kejauhan mereka terlihat sama, “tanpa ada satu titikpun” yang bisa membedakan antara punk dan partisan jaringan anti otoritarian. Yang akhirnya bisa membedakan antara dua kelompok itu adalah tujuan melakukan aksi mayday. Jaringan anti otoritarian menegaskan yang mereka lakukan adalah (semacam) aksi kelas, sementara kelompok punk menyatakan kalau yang mereka lakukan adalah semacam aksi moral untuk mendukung “kawan-kawan” buruh. Dari sini terlihat sangat jelas perbedaan dua kelompok tersebut. Jaringan anti otoritarian adalah kelompok yang “dipenuhi” dengan intelektual organik dan kelompok punk dipenuhi dengan manusia-manusia yang terkondisikan oleh media.
Intelektual organik, berbeda dengan intelektual tradisional yang merasa dirinya sebagai kelas terpisah dari masyarakat, mengakui dirinya merupakan bagian dari suatu komunitas yang menyadari fungsinya tidak saja secara ekonomi tetapi juga sosial-politik. Dalam pengertian Gramscian, inteletual organik tidak hanya secara sederhana menjelaskan kehidupan sosial menurut aturan ilmiah, tetapi lebih pada mengartikulasikan, melalui bahasa kebudayaan, perasaan dan pengalaman yang tidak bisa diekspresikan oleh massa.
Dalam jaringan anti otoritarian, intelektual organik telah menubuh dalam jaringan ini dan bahkan pembentukan jaringan ini tidak bisa dipisahkan dari kehadiran para intelektual organik. Hal ini bisa “dibuktikan” dari graffiti-graffiti yang mereka buat dan spanduk yang mereka bawa sepanjang aksi mayday. Misalnya kalimat yang tertulis dalam spanduk mereka; “Kamu tidak butuh bos, bos butuh kamu”. Kesadaran semacam ini (menurut saya) tidak akan dimiliki oleh “kelas pekerja biasa”, disini saya tidak ingin mengatakan kalau “kelas pekerja biasa” adalah sekelompok pandir, tidak. Tapi dengan situasi dimana mereka dikondisikan untuk tidak bisa menyerap informasi yang mencukupi, saya kira kesadaran bahwa mereka adalah kelas terpenting dalam proses produksi tidak mendapat tempat di kepala mereka. Berbanding terbalik dengan kelompok punk yang menyatakan bahwa mereka melakukan aksi moral mendukung “kawan-kawan” buruh. Dua kata itu, aksi moral, pasca peristiwa ‘98 hampir setiap hari tersiarkan lewat media. Jika kelompok punk di Indonesia “dikategorikan” sebagaimana Dick Hebdige dalam “Hiding In The Light” menyatakan bahwa punk adalah most depressed communities government cuts in welfare, housing, education, saya kira tidak sepenuhnya tepat demikian yang terjadi di Indonesia. Tampilan luarnya, style-nya, mungkin mengesankan hal itu, cara mereka “bersenang-senang” dengan mengamen dan nongkrong di jalan mungkin menegaskan hal itu. Tapi tidak itu yang “sebenarnya”, saya cenderung memasukkan mereka dalam “kategori” anak muda kelas menengah yang berusaha keluar dari parents culture yang menjejalkan pada mereka apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Kesan itulah yang saya dapatkan setelah beberapa tahun berada dalam komunitas punk, jadi ini sebenarnya adalah pendapat yang saya dapat dari pengalaman saya sendiri.
Punk sendiri adalah sebuah subkultur kelas menengah yang mapan, dimana cara mereka untuk “bersenang-senang” lebih memilih cara white working class (alias punk) di Inggris dalam menghadapi hidup yang mana cara itu mereka temukan dalam media-media formal sebagai contoh, bisa disebut majalah Hai di Indonesia[5]. Menurut saya hal ini berhubungan dengan kemapanan mereka sebagai kelas menengah dan ke-labil-an kelas pekerja. Kelas pekerja di Indonesia begitu “rawan” dengan kejadian-kejadian yang “berbahaya” untuk ditempati dengan nyaman oleh kelompok ini[6]. Dengan demikian, peniruan yang nanggung ini adalah strategi “berjaga-jaga” jika sewaktu-waktu kejadian semacam ini terulang, maka dengan mudah kelompok punk ini bisa “melompat” kembali pada kenyamanan kelas menengah yang lebih diuntungkan oleh aturan-aturan kuasa[7]. Penggunaan kata “aksi moral”, itu sendiri (menurut saya) masih menandakan kalau mereka, para punk, belum sepenuhnya bisa melepaskan diri dari parents culture yang coba mereka tinggalkan. Kalimat “aksi moral” itu saya kira mencerminkan dukungan kelompok punk, dengan demikian mereka mengandaikan dirinya bukan sebagai bagian dari kelas pekerja, mereka berada diluar kelas tersebut. Bayang-bayang kuasa parents culture masih melekat pada diri mereka melalui media formal dimana mereka mendapat “ketegasan” identitas mereka sebagai punk. Graffiti yang dibuat oleh kelompok punk terbaca berbeda dengan graffiti dari kelompok jaringan anti otoritarian, graffiti para punk terkesan lebih “abstrak”. Graffiti mereka berbunyi “Energi baru=hutang baru”. Saya kira dari kalimat inilah kemudian punk dan jaringan anti otoritarian “berpisah” meskipun model aksi dan style mereka terlihat sama. Perpisahan ini jelas terlihat dari sisi pesan yang ingin ditunjukkan dari graffiti tersebut. Dalam tubuh jaringan anti otoritarian pesan “global” dalam rangka hari buruh jelas terlihat, sementara dari kelompok punk hal ini tidak jelas terlihat. Dan kalimat yang menegaskan kehadiran kembali anarkis(me) juga jelas terlihat dalam graffiti mereka.
[1] Kata “berafiliasi” disini sebenarnya saya tidak begitu yakin ketepatan penggunaannya, karena antara Affinitas dan FNB partisipannya sama, yang membedakan hanya ketika mereka melakukan aksi. Menurut saya perbedaan nama itu hanyalah sekedar label untuk suatu aksi yang mereka lakukan. Sekedar catatan tambahan, beberapa jaringan anarkis biasanya “memiliki” dan atau “berafiliasi” dengan FNB di daerahnya masing-masing, tapi ada juga beberapa daerah yang tidak “memiliki” FNB. Informasi terakhir yang saya dapat dari teman-teman anti otoritarian, di Salatiga sedang merancang juga pembentukan FNB yang berkonsentrasi pada aksi penolakan pembangkit tenaga nuklir, FNB di Salatiga direncanakan memiliki alias Food Not Nuke.
[2] Mengenai aksi di Seattle lihat: Reclaim The Street, Film dokumenter aksi Seatle
[3] Lihat: Noam Chomsky, Kuasa Media, terj. Nurhady Sirimorok, Penerbit Pinus, Yogyakarta, 2005
[4] Lebih lanjut tentang kekerasan dalam punk lihat: Straighthate zine edisi punk is dead dan mawarhitam zine.
[5] Sekitar tahun 96-98 (tahun kemunculan punk di Indonesia) majalah remaja Hai, banyak memuat artikel-artikel tentang fashion punk di Inggris dan Amerika, namun hanya sebatas pada musik dan gaya berpakaian tidak sampai pada unsur-unsur “aksi radikal” kelas pekerja-nya.
[6] Lihat: kasus Marsinah dan atau Udin (yang belum “terpecahkan” sampai sekarang) atau (katakanlah) stigma (yang masih) menakutkan; dicap sebagai PKI.
[7] Lihat misalnya: (Bali Post, tahun 2006?) kasus penghinaan oleh kelompok punk di Singaraja, Bali, kepada aparat kepolisian. Setelah beberapa orang punk ditangkap, salah satunya ternyata adalah anak pejabat kepolisian, sebuah kisah (indah) kelompok punk yang sudah tertebak; mereka dibebaskan begitu saja, dengan alasan penghinaan itu adalah suatu bentuk kenakalan remaja biasa. Kisah selanjutnya: case closed!
124 comments
Comments feed for this article
June 9, 2007 at 7:21 am
termana
We, thanks atas tulisannya. Mangkin kel copy dan baca tiang jumah sambil ngajeng godoh. Anyway this blog is cool and rock!
June 9, 2007 at 1:47 pm
ketA
selamat malam, tiang mare sajan mace biin tulisan niki, dan ternyata judul pilem ane ada ditulisan niki pelih. ane beneh: “Genoa Resistance”.
tengkyuuuuuuuuuuuuu eperi badi
June 9, 2007 at 2:40 pm
derraka
…..peniruan yang nanggung ini adalah strategi berjaga-jaga….(adakah gerakan yang totalitasnya tak tersentuh dan resistence terhadap kuasa??), kuasa “harus dimainkan”, ketertundukan bukan berarti untuk menjadi bagian dari kuasa.
June 15, 2007 at 6:14 am
gus indra
sorry sekali pak dewa kete, saya belum bisa baca sekarang, soalnya jeg lantang sajan….niki tiang kel copy malu, nyanan kel bace tiang di karye agung padudusan ring pure semawang…. apang ade geguritan. tapi tiang akan mejanji bakal memberikan comment mengenai tulisan anda yang anarkis ini ok
June 19, 2007 at 11:23 pm
Alit
Pak Dewa, tulisannya panjang, dan saya baca lumyan melelahkan untung isinya menarik dan memabntu saya memahami kehadiran kelompok Punk di tanah air. Di Bali saya belum pernah mendengar perjuangan kelompok punk ini, mereka kebanyakan terjerembab dalam keasyikan pogo-pogo.
Saya tidak tahu apakah kejadian di Seattle Amerika bisa dikatakan representasi penolakan kaum punk atas kehadiran regime pasar bebas ? Yang ramai menurut berita tragedi seattle adalah penolakan masyarakat dunia terhadap globalisasi yang dimotori oleh gang gang Neo Lib. Apakah Punk yang anti Otoritarian juga artinya anti Neo Lib ?
Thanks Dewa atas artikelnya yang bagi saya cukup menarik.
May 1, 2018 at 6:48 pm
fandi
mungkin sederhananya anti kapitalisme global, anti imperialisme..
June 20, 2007 at 4:30 am
dewa ayu
Kemasan oleh media hingga sampai pada suatu negara mungkin bisa mengikis karakter musik punk dalam perjalanannya merasuki perjuangan insan-insan tertindas diseluruh dunia. Sehingga memberi kesempatan para kaum kapitalis bekerja atau kelompok tertentu untuk menampilkan perjuangan genre musik ini dalam wadah perjuangan yang lebih lembut. Hadirnya group punk dengan lirik berbahasa daerah bukan bahasa nasional menjadi indikator bahwa masih ada perjuangan atas ketertindasan, terhempas dari pasar dominan. Namun hal ini tak disadari bahwa tujuan mereka juga menjadi salah satu komitmen kelompok tertentu dalam strategi perjuangannya, jadi seolah-olah mereka saling mendukung dalam memperjuangkan klas masyarakat menjadikannya potensi, modal kekerasan etnis yang lain.
June 21, 2007 at 2:48 am
dod
yoo Dewa Keta…
Tulisan yang menarik, gw cuman mo nambahin dikit bahwa sudah saat nya gerakan anti otoritarian itu terlapas dari citra punk dan anarkisme itu sendiri. Emang sih gagasan awal dari pawai mayday kemaren itu berasal dari temen2 Affinitas Jogja (yang mana mereka adalah para anarkis yang lahir dari Anarkisme), tapi itu bukan berarti millik para anarkis aja kan?? hehehh
Tujuan dari aksi mayday jejaring itu juga ga muluk2 kok, mereka cuman mo nampilin gerakan anti otoritarian sebagai sebuah awalan. Jadi emang gerakan itu masih didalam kemasan sebagai tontonan, untuk mempertontonkan kepada masyarakat penonton bahwa ada kehidupan lain selain menjadi penonton.
Jika memang harus merujuk pada komunitas punk dan anarkisme itu juga ga masalah sihh, karena sebagian orang dari gerakan mayday kemaren itu emang punkers dan para anarkis dari anarkisme. Tapi gerakan ini untuk siapa saja, terlepas dari punk dan anarkis itu sendiri. Karena mereka percaya bahwa salah satu jebakan dari dunia tontonan (kapitalisme) adalah labelisasi diri termasuk juga labelisasi organisasi. Dan kalo pun harus mambahas masalah kelas, maka punk itu hanyalah bagian dari masyarakat kelas tertentu yang tujuannya sudah dikaburkan oleh jebakan kapitalisme. That’s why the punks its already dead…:)
Kebetulan juga sebelum aksi kemaren anak2 sepakat untuk make pakaian hitam-hitam sebagai dress code (tapi banyak juga kok yang melanggar..hehehhh). Jadi hitam bukan lagi identik dengan para punk dan anarkis doang.
Jaringan itu memiliki tujuan serupa, ngehancurin otoritarian dimanapun dan dimulai dengan kehidupan sehari-hari masing2 kelompok. Jauh melebihi emblem “fuck goverment” – nya kaum punk dan lebih keren dari slogan “hapuskan negara” – nya para anarkis tardisional.
hehehh
Itu aja sih,
Sampe ketemu lagi yoo
cheers up
dod
June 21, 2007 at 8:31 am
ketA
first thing first; karena beberapa waktu lalu teman-teman di taman ingin menghidupkan blog ini, maka saya disuruh untuk menjawab every single comment disini….(hmmmm saya merasa dijadikan tumbal huakakakakakaa).
mari kita mulai;
untuk pak/bli/aji alit: “masalah” ini tidak bisa di-simpel-kan begitu saja menjadi punk yang non anti otoritarian dan yang anti otoritarian. Karena dalam beberapa percakapan(mahap pendapat ini sangat subyektif), saya menyimpulkan kalau punk (secara ummum di Indonesia, ini maksudnya bukan mengeneralisasi) belum sampai pada ide anti otoritarian, mereka lebih mendeskripsikan punk hanya sebagai musik, bukan sebagai “subordinated, marginalized, atau subaltern (youth) classes”. saya lebih suka menghindar dari kata “punk” sebenarnya dan menyebut mereka yang concern dengan “anarkis (walaupun mereka belum tentu anarkis, bisa saja mereka marxis atau apapun. Sebutan ini hanya untuk menggampangkan penyebutan saja)”. Dan tentu saja mereka anti neolib dilihat dari keikut sertaan mereka dalam aksi-aksi seperti di seattle, genoa, dan dibeberwapa belahan dunia yang lain. dan sekali lagi mereka belum tentu punk atau anarkis walaupun terlihat begitu (lain halnya kalau “hanya” membaca penanda-penanda yang melekat pada diri mereka). seperti komentarnya dodie, mereka bisa siapa saja. Di Bali persoalannya “lebih sederhana”; anak-anak muda mandul! Atau lebih suka menjadi pemusik punk (kallau kita masih mau bicara punk) daripada baca bukunya dick hebdige (misalnya) yang tentang punk. menurut saya begitu om.
untuk ibu/mbok/mbak dewa ayu: kalau musik punk berlirik bahasa daerah dianggap sebagai perlawanan, mahap saya tidak setuju. saya lebih melihat itu sebagai strategi media dan para pemusik itu termakan jebakan media. pebisnis macam satya naarada yang berlomba (entah dengan apa) bikin media di daerah2 adalah biang keroknya. untuk bersaing dengan media nasional dia mencoba membuat hal itu dan berhasil. seakan-akan yang berhasil menggolkan proyek musik punk dengan bahasa daerah adalah pemusik (yang katanya idealis) itu, padahal tidak. media (di daerah atau dimanapun) terkesan demokratis, tapi tidak its just bussiness as ussual. kata om chomsky; demokrasi di media itu adalah kamu (penonton) harus rela saya (pemilik media) wakili, karena kamu terlalu bodoh untuk tahu apa yang terjadi diluar sana, maka dengan demikian demokrasi berjalan lancar. jadi media tidak akan pernah membiarkan satu titik pun yang menodai lembar putih demokrasi. mungkin kira-kira begitu bu dewa ayu menurut saya.. atau seperti kata seorang teman; jangan kejebak sama ilusinya spactacle pliss deh ah….
untuk akang/mas/bli dodie: sip. setuju. tapi, maksud tulisan saya adalah (mencoba) menganalisa 1. hitam yang secara umum adalah penanda untuk anarkis(me). yah benar itu bukan penanda tunggal, tapi salah satunya ya seperti itu…itu.. 2. saya mencoba memisahkan antara punk dan jaringan anti otoritarian (inget yang dibilang pam dalam catatan pandangan mata-nya tentang punk yang melakukan aksi moral waktu mayday?) Nah dari catatan itu dua hal itu saya pisahkan. 3. tulisan itu tidak saya maksudkan untuk melekatkan citra gerakan anti otoritarian dengan anarkis(me) dan punk. Nggak. tapi yang saya coba liat itu adalah dua elemen itu dalam gerakan anti otoritarian. tapi kalo masalah pelabelan sih kayanya tulisan itu gak ngarah kesana deh, atau saya salah??
okeh kira-kira begitu, kalau ada sesuatu, santai aja kita obrolin lagi sambil minum arak (atau air putih, ah si dodie gak minum arak soalnya sih….). dod, pernah liat iklannya gak? yang bilang gini; orang pinter minum arak. hihihihihihihihihhihiiii
June 21, 2007 at 8:40 am
ketA
oya, tambahan untuk dodie: Graffiti yang ada ditulisan ini udah menjawab pertanyaan kamu kan??? lihat penandanya. lalu latar belakang pencoretan, dari kelompok mana yang melakukan dan seterusnya. apa itu gak bawa signifier itu kepada anarkis(me) sebagai signified?
June 22, 2007 at 12:44 am
derraka
yaa Dod, gimana tuch Dod bisa dijelasin?
July 4, 2007 at 8:32 am
dod
maap kalo rada telat ngresponnye…
tambahan gw kemaren itu ga ada sangkut pautnya lagi dengan grafiti “kami ada” di ikuti dengan circle A. mungkin gw lebih tertarik dengan coretan2 yg laen namun sayangnya tak tertangkap kamera. karena gw ngga percaya sepenuhnya lagi sama anarkisme (sejak semakin banyak tokoh2 yang membakukannya sebagai sebuah isme). grafitti “kami ada” itu belum sepenuhnya menjawab mengapa JAO itu diperlukan kehadirannya.
Ya, seperti gw utarakan kemaren itu, kalopun harus membahas kembali punk dalam kaitannya dengan gerakan anti otoritarian ya ga masalah…
cuman sebaiknya bukan lagi membahas hal itu saja… itu jebakan sayy
seee yaa
July 5, 2007 at 2:48 am
dewa ayu
gw setuju itu!, stop mengusung identitas atau menreproduksi identitas!, melihat kegagalan gerakan post-modern dan apetite yang cendrung desktuktif pada pakem-pakem tertentu! (cirkle A dan cirkle K label sebuah sangkar jebakan)
July 11, 2007 at 8:43 am
Agung Wardana (Ancak)
Masih ingat saya???
Mantap tulisannya…influen anarchisme-nya dari Anarcho-Syndicalism (Bakunin) ya? tolong dikaji juga tentang Green Anarchism (Eco-Anarchist)..ya…Sehingga bisa match jadi New Social Movement…]
Long life @!!!
Ancak
July 12, 2007 at 10:09 am
ketA
dodie: sip itu memamng jebakan bos. tapi secara (pop) kultural dia ada jadi dia bis dianggap sebagai semacam penanda untuk suatu tinanda/petanda. dan memang punk tidak bisa begitu saja disamakan dengan anarkis(me).
dewa ayu: waduh!saya tetap mengusung identitas saya bos. bagaimana mungkin ada sesuatu yang tanpa identitas? Mungkin yang anda maksud itu sehubungan dengan musik punk berlirik bali itu dan tanggapan saya ya?? coba deh dibaca ulang. saya tidak bermaksud untuk meniadakan identitas. itu sama saja menjadikan sesuatu bermoral gerombolan. Seperti (ehm) ajeg bali. Untuk saya Circle A bukan sangkar, tapi tergantung juga sih. Kalau dilihat sebagi sebuah pakem dia adalah sangkar. tapi kalau dia dilihat sebagai sesuatu yang akan mengantarkan pada kebebasan untuk bernafas dan mengafirmasi hidup dia bukan sangkar. kalau nggak salah anarkisme tidak mendirikan sebuah pakem yang HARUS diikuti seperti (ehm) ajeg bali. Untuk saya pribadi dalam anarkisme saya bisa menemukan sesuatu yang gue banget, jadi saya gak merasa dalam sangkar karena dia juga “mengijinkan” saya untuk bertemu dengan yang lain. posmo jadi destruktif (kalo ga salah) karena pakem-pakem itu selalu mengandaikan adanya logos. sementara itu, logos sebenarnya ga ada, kebenaran itu omong kosong dan fakta adalah bualan para modernis pasca pencerahan. kira-kira begitu bos..
Ancak: tentu saja saya ingat ancak..minum di pajeksan sama dublak terus besoknya saya mencret di kosnya apol..tulisan ini apa ya…ehm new social movement…mmm sip kapan-kapan saya coba (mudah-mudahan bisa,doakan yaaaaa). 🙂 ancak..ancak….ancak..mabuk bersama yuk..kapan-kapan sms dublak dan apol kita mabuk bersama, ok??
anyone else……??????????????
July 16, 2007 at 7:02 am
Agung Wardana (Ancak)
we, wah ternyata masih panjang ingatannya ya….ok nanti kita kondisikan untuk mabuk yuk…dah lama juga ga ngumpul ma kawan2 se-ide..hehehe…
tetap pertahankan identitas, karena tanpa itu kita tidak ada bedeanya dengan robot ciptaan negara!!!
Kenapa saya minta dewa nulis masalah Green-Anarchist, karena bumi ini makin renta dan masuk ke arah katastropik…
ada istilah yang bilang “Green is new Black!” karena masalah lingkungan tidak bisa disekak-sekat oleh negara, agama dan modal. Masalah lingkungan saat ini (perubahan iklim) menjadi bukti bahwa kapitalisme sedang krisis dan jawabannya juga bukan sosialisme-negara (kalau istilahnya Bakunin: “Sosialisme-otoritarian”) tapi sosialisme-libertarian.
Tunduk tertindas atau bangkit melawan, karena diam adalah pengkhianatan!!!
damai, adil dan lestari…
July 18, 2007 at 2:11 pm
ketA
sip…sip…sip… (maaf) tapi apa bukannya kalau saya menuruti kamu untuk menulis masalah green anarchist itu saya jadinya tunduk tertindas oleh “negara” yang kamu “wakili”??? kamu menjadi “pusat” dengan mencoba mengatur apa yang mesti saya lakukan…(maaf) saya tidak mau mengikuti siapapun (dan saya nggak peduli kalau ada yang mengikuti saya, bukan urusan saya…sepertinya ngga bakalan ada yang ngikutin saya deh…) 🙂
belum tentu diam itu penghianatan bos… (saya sok-sokan pinjem istilahnya om focault nih..beneh keto nulis adanne?) silence is another form of communication. kira-kira begitu…
kata orang pinter; war is where the heart is (sialan! grammar ne beneh keto? asane beneh je..). 🙂
July 19, 2007 at 7:54 am
derraka
yesterday ne! aku dapat sms dari bli Derrida dia bilang dia sempat ngobrol lama dengan om Bob M di sebuah warung pulsa di kawasan pertokoan Teuku Umar dan si om bisikan sesuatu ke telinga derrida,……. “sekarang di bumi semakin banyak kalangan aktivist dan seniman berambut gimbal jadi aku terpaksa luruskan rambut! aku seperti kesal juga dengan mereka……..! seolah-olah aku telah mengatur mereka! Aku jadi malu sama si Kurt C tetangga kita di pulo misol.” terus Derrida menyambut bisikan tersebut dengan mendekatkan bibirnya pelan-pelan ke telinga si Om Bob, ” identitas gimbal telah membusuk mendahului badanmu sendiri jadi tidak usah kesal dan marah, reproduksi identitas adalah sebuah kekonyolan diluar tone dan cenderung over decibel!”
July 20, 2007 at 7:10 am
Agung Wardana (Ancak)
hahaha..masih tetap kritis juga nih…saya tidak punya struktur negara dalam diri saya yang dapat memaksa seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu…perlawanan bukan saja dalam bentuk angkat senjata seperti yang dilakukan oleh Zapatista, tapi juga dengan kata-kata…dan juga counter-culture. perlawanan kita selalu ada acuan terhadap bacaan kondisi obyektif dan subyektif kita.
Salam
July 24, 2007 at 7:39 am
anton
kl*ng, cang sing nawang apa dini nok! berat sajan! :))
July 26, 2007 at 7:08 am
derraka
mo denger lanjutan ceritanya?……setelah mendengar bisikan dari Bli Derrida, Om Bob M spontan loncat dari bar stoolnya dan menyambar mio didepannya tanpa pamit langsung melesat ke arah barat menuju pulo Batanta! Tak lama kemudian Om Bob datang dengan mio hijaunya tanpa merah dan kuning, menyodorkan sebotol Arak pada Bli derrida. “ayo mabuk dalam makna sesungguhnya, bukan karena alasan kau dianggap kritis dan aku cenderung karismatik!”
July 27, 2007 at 10:10 am
ketA
Sip pake telor, tidak sip buka kolor heheheheee… (hujan kritis-)kritis. hehee ijinkan saya mengutip apa yang dikatakan ancak; “kenapa saya minta dewa nulis masalah green-anarchist, karena…”
Pak Agung: “Saya tidak memiliki struktur negara dalam diri saya untuk maksa orang berbuat sesuatu, jadi mengenai kutipan itu yaaahhh anggaplah hanya khilaf semata. Saya hanya manusia yang tak luput dari kesalahan.”
ketA: “Baiklah pak agung, karena saya mau saingan sama tuhan dalam hal maap-memaapkan, maka dengan segala kerendahan hati yang tidak saya buat-buat alias serius, anda saya maapkan.”
Pak Agung: “Memang sudah sepantasnya anda memaafkan saya.”
ketA: “Lho, kenapa pak?”
Pak Agung: ” Lha, saya kan sedang berjuang, dengan kata-kata.”
ketA: “oh iya ya pak…ya sudah pak saya mau ke kamar kecil dulu..Tapi kalao saya sih lebih suka dengan air kata-kata pak agung…”
Nah itu lah percakapan imajiner antara saya dengan pak Agung. tapi waktu saya bertemu dengan pak derrida dia mengganggu saya dengan permainan “menghajar kepala orang dengan martil” Siapa yang kalah dalam permainan itu, akan dipukul pake martil kepalanya. Sialnya saya kalah!! kepala saya dipukul deh sama pak derrida. Sialan!
July 27, 2007 at 1:20 pm
yns
pingin bgt ikut nimbrung…
tapi… bener… ini sudah terlalu sulit buat saya utk ‘membaca’ tulisan ini…
saya tertarik membaca karena di awal sempat membaca tentang STREET ART, dan saya juga ber’ada’ disana…
ini potongan memori saya:
Street Art diselenggarakan oleh Institute Global Justice, kelompok Taring Padi, Yogyakarta, dan Komunitas Nurani Senja, dan satu klpk dari surabaya (kenapa saya juga lupa ya…. yg dari surabaya ini…)…
Menjelang pagi sebelum acara dimulai… saya melihat ketua panitia atau yang bertanggung jawab dlm acara itu) terlihat berbicara serius dengan salah satu personil Marginal (Band Punk… yg lagu2nya sering dipakai untuk men’doping’ suatu demo)… waktu itu dia juga sangat berpengaruh dalam JAFRA (Jaringan Anti Fasis dan Rasis kelompok yg dianggap jaringan paling ‘keras’) dan hampir semua simpatisan mungkin adalah ‘fans’ dari Band Marginal….
…. sangat serius pembicaraan mereka…. tidak ada yg berani mendekat… setelah -+ 3 jam… terlihat mereka sudah tertawa-tawa… dan mulai beberapa teman ikut bergabung dengan mereka…. mulai ada yg ngasih gitar… bernyanyi bersama lagu-lagu marjinal…. langit merah… anak-anak JAFRA mulai pamit dan pergi dari lokasi (takut matahari mungkin… silau…)
…. -+ i jam kemudian… ketua panitia mendekati saya… tersenyum… “wah… kekuatan kita akan bertambah… anak-anak Marginal mau mendukung acara ini…”… saya cuma berkata “wah…. asyik itu…”
…….
lha…. maaf kalo ngga nyambung… 😀
July 31, 2007 at 7:57 am
dod
wweeits,
makin banyak yang chat di artikel ini ya…
budaya popular akan selalu ada my dear. dan itu emang bener banget. tapi apa yang menyebabkan budaya itu ada?? bukankah dia adalah kebiasaaan yang dijalankan oleh masyarakatnya secara sadar?? jadi disini selalu mengarah kepada “act” ataupun kegiatan sosial masyarakatnya, mengenai apa yang diproduksi, itu merupakan isi/basis dari budaya, sedangkan hasil dari kegiatan kelompok masyarakat tersebut adalah “bentukan bagian luar” dari masyarakat itu.
ketika gerakan anti otoritarian hanya membahas kembali mengenai punk dan fashionnya maka kita mengarah pada “bentukan bagian luar” dari gerakan anti otoritarian itu. sedangkan gerakan tersebut hanya melibatkan 15% saja “bentukan dari luarnya”selebihnya adalah isinya…. kenapa tidak membahas punk itu dari konteks punk itu sendiri aja?? kan lebih gampang… iya gaa??
kalo terlalu mambahas bentukan luar, apa bedanya dengan iklan jeans yang selalu menampilkan citra sempurna untuk bentuk badan yang ideal?? dan ketika gerakan untuk perubahan masih memakai cara yang sudah usang maka itu yang gw maksud dengan jebakan… ketika menciptakan kehidupan dengan cara2 yang sama sekali sudah mati …
jadi di lapisan manakah sang identitas berada???
bukankah dia juga salah satu senjata dari institusi negara kita untuk semakin menciptakan ruang pemisah antara apa yang kita kerjakan dan hasil dari kerjaan kita?? atau apakah memang menurut anda kita memerlukannya ??
mulai menipu pikiran kita dan semakin memperjelas, bahwa ketika kamu bukan A maka kamu adalah B… ketika kamu bukan kapitalis berarti kamu komunis, ketika green anarchist bukan (lagi) bagian black anarchist, shall we need all this sh*t ???
gw seneng bangat ma qoutes nya AgungWardana: Tunduk tertindas atau bangkit melawan, karena diam adalah pengkhianatan!!! (salam kenal yaa…)
namun kata2 tidak akan membawa perubahan sosial (jika emang niatnya mo berubah lohh…kalo ga juga ga apa hehehh), apalagi dengan terdiam. bahkan dalam konsep kerja budaya kapital pun, kata2 hanya 10% dan tindakan merupakan selebihnya. karena perubahan sosial itu merupakan kegiatan, segala apa yang dilakukan, simpelnya adalah gerakan.
gw setuju dengan si Anton dan YNS (entah ini istilah atau nama beneran), bahwa hal ini terlalu sulit dan berat. dan kemana biasanya arah dari sebuah kesulitan dan keberatan??? yap, keadaan yang membosankan… ditengah2 budaya kapitalisme yang membosankan seharusnya kehidupan beralih tuk menjauhi apa itu kebosanan.
kalo ternyata komen gw masih juga terasa berat.. maapin aja ya… gw ga bermaksud memberatkan lohh. Gw hanya menjabarkan apa yang sudah digambarkan secara manis dan jelas oleh Bung Derraka (yang kabarnya masih sepupu dari Jaques Derrida…), gw cinta banget ma ilustrasi Bung Derraka ini, satu pertanyaan Bung: gimana rasanya jadi orang cerdas??
eh iya salam kenal juga buat Dewa Ayu…
itu dulu…
WithLove
dod
July 31, 2007 at 4:00 pm
ketA
untuk mas yns: heheheheheeee duhh kok panas sekali/obat cacing lagi/… ya ya ya ya…kapan kita jalan-jalan lagi???
untuk doddie: tajam, dasyat, woowww… tapi untuk saya yang meyakini kalau seluruh kehidupan kita berdasarkan atas ketidak sadaran alias unconsciousness, ada sedikit masalah bos… Mengapa kita mengkonsumsi sesuatu? adalah atas dasar ketidaksadaran, maksud saya: kepala saya sudah penuh dengan segala macam konstruksi yang menyebabkan saya merasa bahwa saya mengkonsumsi sesuatu dengan sadar. Apa yang saya lakukan sudah dikonstruksi sebelumnya, itu yang membuat saya merasa saya melakukan sesuatu dengan sadar. Padahal saya tidak sadar bahwa kekuatan-kekuatan diluar (bukan tuhan tentunya, “fuck” with that shit!) yang menggerakkan tangan saya untuk berbelanja, mengkonsumsi. Pun demikia dengan budaya pop. dia telah ada, dikonstruksi secara sosial dan politis. Dia dibentuk dan dijalankan secara unconscoius.
Sekali lagi, saya tidak menyamakan dan atau mengatakan kalau JAO=punk. Untuk membahas punk hanya dari punk saja
maaf ntar dilanjutin lagi ini warnet sialan mau tutup padahal di luar ditulis buka 24 jam sialan!
July 31, 2007 at 4:36 pm
ketA
oya, melanjutkan tentang ketidaksadaran itu saya kira saya ini berpenyakit histeria, karena saya merasa bahwa saya sadar akan apa yang saya lakukan, padahal tidak. Kata ST Sunardi; orang yang terlalu sehat juga gak sehat. dengan demikian saya bangga saya sakit.
identitas itu berhubungan dengan ketidaksadaran. identitas itu identitas other yang saya lekatkan pada diri saya. saya melihat orang lain maka saya membentuk identitas saya dengan cara yang berbeda dengan yang lain alias the other. The other as desire, saya kira.
Untuk saya ga ada hal yang gampang ketika kepala saya memaksa saya untu bergumam ; “mengapa?”
pertama: saya bukan bagian dari jaringan anti otoritarian alias JAO. Kedua:saya ga pernah tahu apa JAO hanya membahas hanya tentang punk saja atau tidak. Ketiga : Iam (trying to be) free. Keempat: jika saya melekatkan punk dengan JAO karena saya hanya mencoba melihat dari penanda-penanda alias signifier yang ada.
benarkah Negara (dengan N besar sekali) yang menciptakan sekat pemisah? apa bukan negara (dengan n kecil sekali) yang menciptakan sekat itu? saya cenderung melihat negara juga yang menciptakan sekat. dan negara itu adalah saya, kamu, ayah saya, ayahmu dan seterusnya.
YA! Negara juga menciptakan sekat. untuk saya, kalau saya belum bisa me-reclaim my own house saya ga akan bisa me-reclaim the street.
berat? ah cuma perasaan bapak-bapak aja tu…padahal biasa aja..saya kan cuma suka sok-sokan, apalagi pas mabuk….
benar sekali bung derr(ida)aka bagaimana rasanya jadi orang cerdas?? (eh, apa ada orang cerdas ya???)
semoga…
with nothing
k
p.s. : saya lebih suka diam melamun
August 2, 2007 at 2:35 am
pisang(jasin)
ape y ak phm ttg punk niy x la byk..
tp ak gase ramai punkers2 da salah gune kn kause diorg..drunk la..
pe sume nie??
mane smanagt tuk tgk kn ke adilan??
mane??
korang sume nie da salah tafsir le..
ptt ny korg g bt bnd2 y br paedah.ko g bom kn kfc r mac D..kite kne slamt kn negara kte..
…..kk..
anarkis in malaysia!!
viva la palastine!!
August 2, 2007 at 5:52 am
dod
hehehehh
ga ngerti apa maksud si Pisang (jasin)…
August 2, 2007 at 10:16 pm
putra
Wa cang suba ngetik lantang sajan, jeg tiba-tiba hilang. Voltase tuun
August 2, 2007 at 11:08 pm
putra
Bung, tulisan anda dahsyat. Tidak ada lagi angin sepoi-sepoi dan burung berkejar-kejaran. Tulisan ini menghentak, keras, cadas, jeg nyacak sajan. Penuh juga dengan kata-kata sakti, dari marxisme-leninisme, anarkis sampai gradak-gruduk di Seatle. Kata menjadi sakti karena kekaburannya. Mirip “mantra” semakin sakti karena tidak terjamah oleh terjemahan kaum awam. Mungkin ini memang stylenya bung atau bung mengandaikan audiens sudah akrab dengan kata-kata ini.
Bung, saya setuju dengan bung “Punk” merupakan produk kuasa media. Tapi kok bisa bung mengklaim jaringan anti otoritarian lebih organik dari mereka? Apalagi bung hanya melihat dari sudut pandang poster dan grafiti, waduh ten purun tiyang. Bukankah grafiti menjadi wilayah hoby kaum kelas menengah perkotaan yang juga tidak lepas dari imbas kuasa budaya pop. Setahu saya kalangan aktivis atau kalangan LSM juga enggak lepas dari kuasa kapitalisme, khusunya kapitalisme lembaga founding. Pendikotomian seperti itu mengarah pada otentisitas, ada yang baik dan ada yang buruk. Ne abu-abu tidak tersentuh.
Sejauh yang saya baca Intelektual organik menurut bung itu person yang membuat jarak terhadap sesuatu yang berbau masa, massif, seragam, seperti yang bung lekatkan pada anak punk itu. Tetapi bagi saya kuasa media mampu menjadi masif karena bukan hanya masalah modal mereka besar, tetapi justru dari bahasa yang mereka produksi. Bahasa produk media mampu menyentuh hati massa. Dalam pengertian bahwa inspirasi-inpirasi semesta manusia terwakilkan dan terpenuhi oleh kuasa bahasa media. Nah bukankah ini yang di cita-citakan kaum intelektual organik, ketika bahasa mereka mampu menyentuh esensi permasalah semesta manusia.
Bukan masalah poster-poster kawan-kawan bung itu lebih kuat bobotnya maka dia lebih organik, tapi bagi saya Intelektual organik adalah person yang bahasa mereka tidak hanya mewakili pengalam semesta manusia melainkan mampu menjadi suatu yang di batinkan sekaligus mampu menggerakan kesadaran untuk berjuang. Kekuatannya haruslah sedahsyat bahasa yang di ciptakan kaum kapitalisme media.
Kangwang mone malu nah. Ges tunian suba ngetik lantang sajan, jeg hilang gara-gara voltase tuun. Pokokne saluuut.
August 3, 2007 at 4:27 am
dod
nice touch putra …
pandangan Gramsi dalam titik tertentu cenderung sangat rumit (setidaknya menurutku).
dan permasalahan gerakan anti otoritarian tersebut (juga) sudah terlepas dari apa yang disebut intelektual organik. karena setiap ide lahir berdasarkan pada setiap kegiatan atau tindakan kelompok masyarakat tertentu dan dalam tingkatan kesadaran tertentu pula (tingkatan ini bukan bermaksud sebagai status, tetapi sebagai penjelasan). ide tidak begitu saja lahir ketika bangun tidur atau sedang menghayal, melainkan berdasarkan apa yang diproduksi oleh kelompok masyarakat tersebut.
jika lahir sekelompok orang yang bersama-sama melakukan kegiatan tertentu, itu berarti mereka mempunyai ketertarikan dan kepentingan yang sama.
setiap individu atau kelompok, terserah apa mereka anarkis pro revolusioner ataupun public relation dari kapitalisme. mereka dalam konteks melakukan sesuatu dengan kesadaran penuh. karena tidak mungkin sesorang melakukan sesuatu yang berada diluar kesadaran mereka (kecuali mereka2 yg sakit mental atau cacat), kecuali juga kalo mulai lagi memisahkan dengan konteks sadar dan ketidaksadaran seseorang. atas dasar apa lahirnya konteks sadar dan tidak sadar??
ketertarikan dan kepentingan anak2 anti otoritarian merupakan gerakan yang akan menjelaskan mengapa mereka dibutuhkan, dan kenapa mereka harus ada…
withlove
dod
August 5, 2007 at 3:35 pm
ketA
begini pak putra, latar belakang tulisan ini adalah tugas kampus yang mesti berhadapan dengan mantra-mantra edan itu. Anda sebagai seorang mahasiswa yang (ehm) pintar dan sekarang tinggal di (ehm) USA, saya kira jauh lebih mengerti mengenai hal-hal teknis akademis seperti itu. Selain itu, saya kira orang-orang jauh lebih pintar dari saya untuk mengerti tulisan itu. Oya, untuk tulisan lain yang (ehm) lebih bersahabat tunggu ntar AKAN di upload sama teman-teman taman65 yang TERLALU BANYAK kerjaan sampai GA SEMPAT bernapas.
Lalu, mengenai (katamu) klaim saya atas JAO yang lebih organik dari pada punk dan pendikotomian antara baik-buruk, begini: memang akan selalu terlihat seperti ada batas yang jelas (menurut saya; kecuali kalau bung mau pake konsep-konsep derridean yang alergi sama yang namanya logos). Dari sudut Marxian (mulai dari marx sampai gramsci, maaf saya ga berani untuk mengatakan laclau-maoufee juga termasuk) hampir selalu ada semacam hirarki yang melahirkan dikotomi baik-buruk dan sejenisnya (menurut saya sih), atau ingat kan gimana marx-engels menguraikan teori kelas-nya? Atau Gramsci membedakan antara peasant dan proletar? tentunya bung(kusan) ingat disana selalu ada hirarki yang menjurus pada pendikotomian baik-buruk. dan masih belum ada (menurut saya) yang benar-benar bebas dari jerat kapitalisme. Maka itu untuk melihat apa yang menjadi (kalo pake bahasanya Barthes) mitos dalam kebudayaan yang dikangkangi kapitalis(me), mau gak mau mesti lihat produk kebudayaannya juga. Ya, seperti poster graffiti dsb.
lalu masalah modal: sepertinya anda terbalik bacanya deh. yang menjaga jarak dari (minjem bahasanya om Gramsci) popular masses itu intelektrual tradisional, bukan intelektual organik.kemudian media: saya bisa katakan modal mereka sangat besar. bahasa yang mereka produksipun adalah modal mereka atau memakai bahasa yang bung gunakan sekarang, bahasa yang mereka produksi adalah cultural capital mereka alias modal kebudayaan mereka.
sip! mudah-mudahan bung puas dengan pembelaan yang (ehm) terlalu sedarhana ini. Mungkin saya salah mengerti apa yang bung(kusan) maksudkan???? silahkan…dengan senang hati saya temani bung(kusan) disini….huahahahahauhauhahahah kleng ci nyek!asane keto je..ehm cang kan cuma pura-pura ngerti gen, lamun pelih ngertiin maksud ci, mahapkan nah….waaahhhh in order to respect you who learn english abroad; kleng i miss you nok..sing ada ajak uyut dini ci…
August 5, 2007 at 5:55 pm
putra
Ampurayang tafsiran tiang enggih mungkin tiyang salah baca sugra. Tiang ten purun, sugraaaa.
Maksud tiyang ketika Dewa mengagungkan teman-teman dewa itu sebagai yang lebih organik maka timbul pemikiran saya tentang bagaimana Dewa mengartikan Inteklektual Organik. Jadi Menurut saya dewa mengandaikan Intelektual organik itu semacam gerakan yang waspada dengan apa yang berbau masa. Dewa banyak nyakcak sekelompok punk itu, dan Dewa kritik tentang mereka, mereka hanyalah sekumpulan robot media.
Maksud saya siapa sih yang tidak terkena pengaruh media? mungkin kita juga salah satu dari mereka. Tapi yang paling penting dari sini bagaimana menyalurkan bahasa, dan begaimana bahasa itu tidak hanya merepresentasin unek-unek manusia, tapi di batinkan dan di setujui oleh subjek. Yang saya fokuskan di sini, bahasa media yang merasuk kedalam sukma manusia bukan dengan sendirinya mereka mengkopi mentah, tapi ada proses internalisasi yang aktif, ada yang di sepakati dan di setujui. Ini berarti menyentuh ranah antropologi.
Jadi menjadi pertanyaan mengapa bahasa kaum pergerakan tidak mampu menginternalisasi kedalam tubuh subjek dan tidak massif sifatnya, padahal mereka mengangkat keseharian masyarakat tertindas yang masif sifatnya, bahkan menggunakan media masa seperti koran dan majalah, ataupun sudah dengan susah payah terjun bersosialisi ke bawah? Otokritik di sini penting, ada sesuatu yang” salah” dengan mereka juga. Apakah ini yang di namakan organik? takutnya jadi nyentrik.
Maka ada pertanyaan kemudian apakah anak-anak punk itu hanyalah robotik belaka? Kenapa mereka lebih membatinkan itu daripada bahasa kaum pergerakan? apakah benar mereka robotik? Saya lebih tertarik melihat mengapa itu terjadi dari pada sibuk mencari siapa yang paling “tuhan”. Dan saya pikir berbicara punk harus di bawa keranah antropologi bukan di bawa ke wilayah esensialis dan filosofis.
Antropologis berarti membawa atau melihat “wacana punk” kedalam ranah sosial yang mau-enggak mau bebas di intepretasikan oleh siappun. Kubil melihat punk sebagai identitas kemodernan, dimana Bug-bugan daerah dia tinggal di kenal sebagai daerah kaum udik. Dia berusaha melawan image daerahnya itu. Dia pikir kalau tetap begini dia akan terjebak dalam image udik itu dan gak punya teman karena di cap “en-deso”. Karena itu dia jadi punk dia bisa punya teman banyak, dan mampu masuk kedalam dunia anak muda denpasar. Bukan hanya itu dia dapat pekerjaan karena “punk”, jadi tukang sound.
Atau bagi Jung Hadhi punk bagi dia cukup punya kaset Green day dan Linkin Park, karena dia lihat banyak cewek yang lagi doyan sama pemuda berperawakan Green Day. So, dia pilih punk dalam artian itu. Atau mungkin teman aktivis yang bagi dia punk adalah melawan tirani, so harus demo dan mengkritik orang yang menjadi robot media. Semua mempunyai pemaknaan yang berbeda terhadap punk. Saya kasihan lihat pak Dewa sibuk mengkritk kaum punk, ternyata mereka jawab kasihaaan deh loe, emangnya gue pikirin, punk gue beda sama punk loe.
Ke ranah antropogi kita akan mampu melihat kompleksitas, dan cenderung mengarah ke peroalan yang lebih ruwet. Bukan berarti tidak ada politik, justru ini akan mampu melihat bagaimana politik negara di netralkan, dibatinkan, dibenarkan dan di siasati oleh manusia dalam ruang kebudayaan.
Kangwang monto malu nah, yang kel nyocok……
August 6, 2007 at 2:28 am
dod
Punk sebagai antropologi ??? agree…
emang banyak pihak yang mencoba menyadurnya menjadi alasan filosofis, namun jika semakin menggalinya maka semakin jelas pula kalo gerombolan punk tersebut lebih mengarah kepada sisi antropologis.
Mungkin agama sudah saatnya seperti demikian…
hehehhh
LoveYouAll
August 6, 2007 at 6:57 pm
putra
Ya anda benar dot, melihat dari kacamata antropologis kita mampu melihat celah-celah kecil dan ternyata ruwet. Sialnya terjebak dalam pendeskripsian yang emoh, canggung, curiga dan enggan memberikan jalan keluar.
Salam kenal ku kepada dirimu.
August 7, 2007 at 1:21 am
dod
ehh iya belum kenal yaa,
tapi gw dah tau kalo lu adiknya Termana dan temannya si Aji.
salam kenal juga…
August 7, 2007 at 3:44 am
putra
Masak sih, kok kamu tahu Aji? tahu alamat emailnya Aji ? Masih berbadan suburkah Aji?
August 7, 2007 at 3:46 am
putra
Aji yang mana? karena aku punya dua teman namanya Aji dan dua-duanya berbadan subur. Aji Gung De polisi atau Rah Aji?
August 7, 2007 at 5:38 am
dod
hehehh,
pokoknya iya berbadan subur (berarti dia bahagia ya??), yang gw tau dia alumnus dari AtmaJaya Jogja & sangkatan ma lu.
dah tau kan??
August 7, 2007 at 5:39 am
dod
alamat emailnya gw blum tau…
August 7, 2007 at 1:47 pm
ketA
i’m on my knees. . . please di forgive kan saya ya tuhan.. amiiinnnn…
oke, punk sebagai antropologi. (emoh dengan filsafat???? kayanya kant udah lama mati deh….). sip! saya tidak bisa menyalahkan jika bung(kusan) melihat tulisan itu sebagai kritik atas punk dan peng-agung-an JAO. jika melihat secara (pake istilah antropologi yang anda “agungkan”) etnograpikal, punk emang ga ada apa-apanya, “hanya” produk budaya pop.Tapi, bukan berarti JAO lebih baik. tapi jika mengambil perbandingan kasus antara dua hal tersebut, JAO memang lebih baik. tapi anda menariknya ke arah yang lebih luas…coba, apa ada orang baik???siapa yang menentukan dia baik??apa hak dia untuk menentukan?? emang orang-orang pada goblok semua??? emang cuma dia aja yang pinter??? kata pak degung, ingat teks-konteks!
kita juga salah satu dari mereka?? kita?? kita siapa bos?? tolong bos, jangan ajak-ajak saya… (opak e ci jak derr(ida)aka)..bung(kusan), anda lupa kkuasa negara….proses internalisasi itu (hampir) gak berjalan dua arah bung(kusan)!kata pak lacan kita sudah teralienasi semenjak kita menggunakan bahasa ini tanpa bisa mengelak. (m)other selalu ada disuatu tempat untuk menggiring kita pada bahasa ini. kata pak ddegung, ada menara panoptikon tinggiiiiiiiii sekali, takut saya untuk tidak menggunakan bahasa ini.
oke, bisa dikatakan saya sepakat dengan anda berdua (sama dodie) tapi, permasalahannya kemudian adalah; jika pake apa yang ada dikepalanya pak derr(ida)aka; anda mengganggap antropologi-dengan menyingkirkan filsafat dan pengetahuan lainnya-sebagai logos. Yen anak uli nusa ngorang kene: sere panggang, sere tunu. Artinya??? mari KITA SEMUA berdoa semoga besok SAYA masih hidup dan bisa beli dan makan nasi jenggo depan kantor jamsostek, walaupun banyak buruh yang besok ga tau mau makan apa… emang saya pikirnya…
asane keto je lamun sing pelih…kayanya sih gitu dod, kalo ga salah…mmmm i guess
eehh salah ya??? mahapkan deh…
saya cuma manusia yang tak luput dari kesalahan……… mahapkan…..
katanya, cuma tuhan yang ga bisa salah..katanya sih…
selamat malam..
duh kok panas sekali…obat cacing lagi ahhhhh
August 7, 2007 at 4:46 pm
putra
Peh ampurayang bani ten tiang ngewalek timpal-timpal dewa, sugraa tiga kali sambil memejamkan mata. Dumadak pang timpal-timpal dewa nika seger uger, soalne bes ke liunan ngeroko. Sakit paru-paru nanti. Memang timpal dewa tangguh, tapi tetap saja tidak tangguh melawan yang satu ini yaitu kapitalisme rokok dan alcohol. Berhenti merokok segera paang sing impoten….
Wa masak timpal dewa lebih tangguh dari pada anak punk to? nah men keto takonin timpal dewa to bani sing ya ngelawan Ji Gung De Polisi.
Putra
Penggemar kayu uli.
August 10, 2007 at 11:14 am
ketA
kadung je walek ten ja panapa-punapi riantukan ipun sareng sinamien nenten ja wenten napi sane nadosang iban tiange nyantel sareng ipun. seger uger ja ragane ainggih titiang sareng bagia, ten ja ragane seger tiang bagia masih. ten ja tiang wenten madrebe urusan sareng kesehatan ragane sareng sinamian, nenten tiang purun nikain ragane. napi ja tiang….
ragane ngaturin tiang pitaken sane nenten ja jagi presida kasaurin. peh nenten ja tiang uning sapunapi irika ring dalem pasikian ragane, matur ring basa indonesia nenten purun titiang; sampun ragane ngenahang pasikian ragane ring jangkep tongos sane nenten prasida baan tiang nepuk.
tabik pekulun atun tiang sane magenah irika ring dura negara, lamun wenten
napi tiang ngomong sane nenten ja kenak ka tampi ring palungguh i ratu, titiang nunas ampura…
panjak ipun sane magenah ring dura negara,
k
August 15, 2007 at 6:08 pm
Muliono
Tulisan yang menginspirasikan saya untuk bertanya kembali apakah saya seorang punk ataukah bukan.
August 20, 2007 at 7:55 am
Anton Muhajir
kalo dangdut termasuk punk ga ya? -ini bertanya dg wajah bloon-
maksudnya dr spirit punk sbg anti-kemapanan itu.
August 20, 2007 at 8:54 am
dod
dangdut… dan punk… di Indonesia???
welehweleh…
mnurut gw, baik punk dan dangdut mempunyai ciri yang sama, yaitu sebagai sub-culture (budaya lain yang berada dibawah budaya kapital).
tapi apakah mereka ini bersama-sama dalam wadah anti kemapanan??
brarti harus bedah dulu apa itu anti kemapanan, ya ga usah yg rumit2 bedahnya sihh…
kemapanan; jika berarti kekuatan untuk mengkonsumsi segala sesuatu yang dihasilkan oleh budaya kapital dan kemudian mengarah untuk merubah kekuatan tersebut menjadi sebuah dominasi yang menaklukkan kekuatan yang lain – maka baik punk dan dangdut mungkin saja berada dalam posisi anti-kemapanan.
anti-kemapanan; jika dimaksudkan sebagai metode ataupun kesepakatan yang bekerja diluar budaya dominasi kapital dan berkepentingan untuk menggulingkan budaya mapan ciptaan kapitalisme – maka baik punk dan dangdut bukan juga berada dalam wadah yang satu ini.
pergantian atau penggulingan sebuah status yang telah eksis selalu akan dimulai oleh dengan sub-status yang sebagai negasi dari status yang eksis.
apakah punk dan dangdut menawarkan sebuah metode dan mekanisme untuk sebuah penciptaan situasi yang baru??
kayaknya belum sampe disitu deh (apalagi punk di indonesia…)
mungkin saja pada awal kebangkitannya menawarkan ide-ide cerdas, namun sayangnya mereka hanya berakhir sebagai pelengkap budaya kapital yang telah mendominasinya.
-dengancinta-
September 7, 2007 at 4:05 pm
make me strong punks
hahahahahah!!!!!
persetan dengan smua idealis kalian”
September 7, 2007 at 4:07 pm
make me strong punks
putra,ku salut ma kamu,,,
September 9, 2007 at 4:43 pm
k
hahaa..saya pernah dengar yang lebih……
salam kenal..
September 10, 2007 at 3:05 am
D'bate
persetan! mek mi seterong(king) pangkes!
putra, persetan!
September 11, 2007 at 1:07 pm
D'bate
……………………………………
September 13, 2007 at 8:19 am
dod
hayo..hayo…
berapa hari lalu ada dua cewek cakep nyari alamt temennya dikosan gw, dan ternyata mereka salah alamat. cewek yg satu ngomel2 gitu: “gimana sih putu, kok ngasih alamat GAK JELAS gitu!!!”
persetan dengan idealisme? gw setuju!! berarti punya konsep lain dong yang mampu menjabarkan kenapa idealisme itu persetan?? kan setiap pendapat sebaiknya dikomunikasikan?? ya ga…??
mau dong dijabarin?? ntar kaya dua cewek yg nyasar karena hal-hal yang GAK JELAS… itu lohh
dan kalo boleh, ga pake sentimen personal boleh kan??
face it wise guys !!!
D
September 26, 2007 at 4:52 pm
hasan basri
saya orang yang paling berbahagia membaca tulisan ini. Tulisan ini sangat “menyembuhkan” penyakit saya yang kadang paranoid melihat kondisi mainstream di Indonesia. Tulisan ini memberikan resep menarik, bahwa harus membaca “yang alternatif”, dan tulisan salah alternatif yang menyembuhkan itu. saya susah untuk tidak mengkritisi, untuk tulisan “pada kali yang lain” agar dikurangi dosis teoritisnya.pak dewa. kritik ini tidak menghilangkan subtansi, tdk menjadi gangguan.
Grafiti “Kami Ada” itu kebalikan dari kredo Goenawan Mohammad “Ketika Sudahj Tidak Ada Revoulsi Lagi”. Yang memang kadang kemapanan secara tidak disadari menjadi penghalang serius bahwa kita menjad status quo.
Apalagi,ya? Kapan lah dilanjutin komentarnya karena sementara ini saya kita belum pernah minum bareng,wo.
Terus,bro…. kita selalu butuh energi untuk terus bisa menulis yang tidak membutuhkan negoisasi.
Sincere,
San Dylan
October 9, 2007 at 3:19 am
Pertemuan Kelompok Anarkis dan Punk « NegerI NgerI
[…] itu mereka temukan dalam media-media formal sebagai contoh, bisa disebut majalah Hai di Indonesia[5]. Menurut saya hal ini berhubungan dengan kemapanan mereka sebagai kelas menengah dan ke-labil-an […]
October 9, 2007 at 3:22 am
Pertemuan Kelompok Anarkis dan Punk « NegerI NgerI
[…] dengan kejadian-kejadian yang “berbahaya” untuk ditempati dengan nyaman oleh kelompok ini[6]. Dengan demikian, peniruan yang nanggung ini adalah strategi “berjaga-jaga” jika sewaktu-waktu […]
December 30, 2007 at 4:52 am
laode kevin
apa sich artinya punk??????gW Kok G ngErty blassszzzzz!!!!!!!! aPa sih BGSnya????? rambutnya??jaket penuh dgn keling??pling2 jg ngamen dipinggir jalan sama aksi ANARKI dikeluarin dijalanan kan??!!! lagu yg disukain aj lg yg bikin suara ilang…WHATS UP BRooOO!!pilih aliran tuh yg damai!!!!!!!!!contohNYA:REGGAE kan asyik didengerin….tp klo gw graffiti lbih pntg….hehehehehehehehe..enakan kan jd bomber aja!!!klo mw jd bomber gabung RANSOM aja!!!!!!yg ada di jalan godean diperumahan GAP (Griya Arga Permai)klo mw gabunk tlepon gw aj!!!!081804325412 …..ok!!!! gw tunggu ya!!!!!!!!!!!!!!!!!!! PEACE dari RANSOM… SALAM KENAL COZ!!!!!!!!!!!!!!!>>>>>>>>>>
January 7, 2008 at 11:06 am
k
bung laode, kayanya ga perlu dianggap serius apa dan bagaimana punk itu. kalo emang ga suka musiknya ya udah, biarkan yang suka menikmatinya. kalo kamu lebih suka reggae ya udah seilahkan nikmati. apa reggae itu aliran yang damai? hey open up your eyes! contoh kasus: bob marley yang dibilang orang sebagai godfather of reggae pernah ditembak dirumahnya. trus manu chao sebelum kerusuhan aksi seattle sempat konser ditengah para demonstran. peace? emang pernah ada? dengerin lebih jelas lirik bob marley kalo kamu emang suka reggae. ga ada yang namany peace. kecuali kamu anggap reggae hanya identik dengan ganja dan bersenang-senang dan jadi bomber. komentarmu itu komentar kelas menengah yang nyaman dengan segala kesenangan yang dikasi negara bung! peace itu bullshit!
oke salam kenal juga laode….PREEEEEEEEEEEEEET
February 2, 2008 at 5:15 pm
ghosta
gw sbagai anak punk mampu untuk mengembangkan apa yang g punya yaitu ilmu belajar g s’lama g blajar di dunia ini…^_^…so g punk yang punya hati dalam arti g punk pekerja …g mau anda memberi penjelasan apa alsannya anak punk selalu di hindari sama masyarakat kelas atas knapa kita di jauhi….^_^…..itu sebuah pertanyaan yang anda harus jawab …??!!! tanx…Ghopunk
February 4, 2008 at 7:59 am
thoughtcrime
Hei Keta, baru liat situsmu ini (dan tentu jadi baru baca tulisanmu plus komentar-komentarnya). Menarik. Dan komentar-komentarnya justru jauh lebih menarik lagi buat saya. Ada yang bilang bahasamu susah buat dimengerti orang awam tapi bahasanya sendiri nggak kalah rumit, ada yang bilang kamu harus ngaji punk dari sudut antropologi lah, ada yang mersoalin anarki-anarkian, ada yang ngomel nyumpah serapah dan dukung punk, ada yang nerjemahin reggae itu sekedar damai-damaian sembari dengerin lagunya Bob Marley yang mati ditembak dan bikin lirik “I shot the sherrif…”, dst., menarik.
Ada banyak yang pengen saya tanggepin, tapi satu hal dulu deh. Gini, banyak orang nyorot bahasa sebagai sumber error ketidakmampuan seseorang ngeluarin uneg-uneg ke audiens (atau lawan bicara)—komunikasi kan butuh dua arah, bener?
Satu sisi, itu bener banget, para aktivis banyak kejebak sama bahasa baku “aktivis” di mana yang ngerti juga cuman para “aktivis”, begitu para aktivis itu berhasil “ngorganisir” massa, maka yang kejadian adalah bahwa bahasa para “aktivis” itulah yang nular. Jadi ada semacam perluasan bahasa, tapi seringnya sih malah beriringan dengan kemiskinan esensi. Misalnya gini, bahasa yang digunain aneh-aneh, tapi jarang banget yang tau kaitannya dengan konteks idup sehari-hari. Makanya, orang-orang pada males terlibat gituan, karna bahasanya aja aneh-aneh, tapi nggak nyambung ama gimana saya bisa idup sehari-hari. Bahasa aneh, tapi kalo nyambung ama idup harian, tentu ia jadi relevan. Misal gini, istilah “SMS”, itu kan bahasa aneh awalnya, tapi sekarang saat semua orang nyaris punya HP (ini bahasa aneh juga awalnya kan?), maka SMS jadi relevan. Orang tukang botol bekas deket rumah saya aja punya HP kok.
Tapi di sisi lain, kita juga musti nyadarin, bahwa kapitalisme lanjut (bahasa aneh juga kah? tentu) dalam perkembangannya nuntut supaya bahasa dibatasi. Kata-kata dikikis, sampe satu titik di mana kata-kata yang eksis dan dikenal orang hanyalah kata-kata yang berguna buat akumulasi kapital (atau penumpukan modal kalo bahasa Indonesia standarnya). Kalo ada yang pernah ngedalemin soal linguistik, tentu ngerti, betapa makin sini makin dikit kemampuan berbahasa orang-orang. Makin dikit perbendaharaan kata-kata yang kita milikin sementara dunia makin kompleks. Sering denger kan, gimana anak-anak muda “gaul” sekarang kalo mo utarain sesuatu sering bilang, “yaaa pokoknya gitu gitu deh.” Apa kita bisa ngerti apa maksudnya “gitu gitu”? Ada banyak interpretasi (bahasa gampang: penerjemahan atas maksud dari sesuatu) di balik kata itu. Dan jadinya juga, karna fenomena ini meluas, maka nggak heran kalo upaya pemaparan dari para “aktivis” atau dari tulisan si Keta ini jadi kerasa begitu sulit dipahami—soalnya si Keta berusaha maparin salah satu sisi kompleksitas (keruwetan) yang dialamin di era yang makin ruwet ini. Kasus lain, inget nggak slogan MTV “Gue banget”? Istilah ini kan kalo kita perhatiin sebenernya ngacu pada konteks ketidakmauan individu untuk diseragamin di bawah konteks apapun; penegasan makna individu. Tapi apa bener itu penegasan makna individu saat anak-anak muda MTV yang ngusung slogan “gue banget” itu beramai-ramai ngonsumsi apapun yang disodorin sama MTV disebut “gue banget”? Beli ini, pakai ini, berlakulah seperti ini, maka kalian akan klop dengan slogan “gue banget”. Kalo ga salah, “gue” itu artinya “saya” kan, bukan artinya jadi “kami”? Atau saya yang kurang paham bahasa betawi? Ini salah satu contoh kasus di mana bahasa makin dipersempit dan makin disisain yang bisa aktif digunain buat akumulasi kapital.
Ini terjadi di banyak kota besar di Indonesia loh, yang konon katanya adalah masyarakat yang kaya dengan perbendaharaan kata, terlihat dari tradisi kiasan, pantun dan sajaknya (bisa bayangin ada sajak yang mampu tercipta dari minimnya perbendaharaan kata?).
Belum lagi, ada kemiskinan bahasa yang juga ngehinggapin para “aktivis”—tentu sebagai bagian dari korban pemiskinan bahasa juga kan mereka, nggak ada yang steril tentu. Ketidakmampuan para aktivis untuk keluar dari bahasa yang “diperbolehkan” jelas juga ngebuat mereka terkungkung (aneh nggak kata ini?) sama pola aksi yang tentu juga hanya berkutat di sekitaran pola yang “diperbolehkan”.
Panjang deh, tapi ya segitu dulu deh. Intinya, kita nggak bisa juga sekedar ngeluarin jargon hebat seperti “berbahasalah dengan bahasa yang digunakan masyarakat awam”, saat kita nyadarin gimana bahasa yang dimengerti awam itu tinggal bahasa yang aktif buat akumulasi kapital. Jadi inget tulisan si John Zerzan, seorang antropolog yang neliti gimana bahasa ternyata juga salah satu penyebab dominasi kekuasaan kapitalisme makin kuat.
Oya, nyambung sama punk di Indonesia. Memang perlu dikaji secara antropologis punk ini, dan dari situ setidaknya bisa keliatan kenapa punk jadi kayak gini di Indonesia. Dan dari situ, tentu paparan Keta di atas juga jadi relevan, kenapa punk ini bisa beda sama dari negeri asalnya di sono. Setidaknya, jadinya kita bisa ngertiin mereka, bukan lagi sekedar nyaci maki atau gimana gitu. Punk udah mati? Mungkin. Dari segi apa dulu tapinya? Dan dari sudut pandang siapa punk itu mati? Buat temen-temen punk saat ini, toh punk masih hidup. Gitu deh. Tapi Keta juga nggak salah saya kira maparin soalan punk itu di tulisan di atas, setidaknya ada benernya kok itu. Dan klaim ini walo ga valid beneran, cukup valid dengan lingkungan punk di mana saya pernah berada dan aktif di dalamnya selama sekitar 9 tahun. I’m not outsider who judge something from the rear, I was in it. Mungkin sekarang berubah, ga tau, tapi tulisan Keta tepat saat saya masih di dalem sana, termasuk itu yang juga ngehinggapin saya saat saya masih jadi seorang punk—saya cuman berusaha punya arti dalam idup yang semakin ngebuat diri saya sebagai individu, nggak lagi berarti, dan saya sering kejebak di dalem pencarian itu. Btw, temen saya, seorang sarjana antropologi (bukan buat sok sok nekenin keilmiahan, tapi lebih nunjukin keseriusan dan hasrat dia di bidang antropologi), neliti soal punk di Bandung selama kurang lebih 2 setengah taon dan intens terlibat di dalemnya selama itu, dan dia udah nelurin tulisan soal punk Bandung dari sudut pandang antropologi. Sayang aja tulisannya ga (atau belum ya?) dipublikasiin.
Ide Ancak soal pengenalan green anarchy (minimal) di lingkar-lingkar para anarkis lokal sini cukup tepat. Karna yang saya tau, selama saya juga terlibat di lingkar-lingkar tersebut (termasuk lingkar-lingkar kelompok Kiri yang saya kenal cukup deket juga), masih minim banget pemahaman soal hal ini. Saya lagi bikin zine loh, yang ngasih fokus sama konteks anarki, antropologi, arkeologi, yang tentu selama ini jadi sumber bahasannya para green anarkis di mana-mana. Mo bantu distribusiin ntar kalo udah jadi, Ancak? Rencana sih tengah taon ini edisi perdananya terbit.
Salam,
Carli
p/s: Ralat dikit buatmu Keta, pasca Street Art di Desember 2004 itu, nggak ada tuh pemusatan jaringan anti-otoritarian ke dalem JAR. Yang ada, JAR itu bagian dari jaringan yang diintensivikasiin lewat kontak-kontakan via email dari empat kota (Jakarta, Bandung, Yogya dan Salatiga). 4 kota ini yang akhirnya kebentuk solid dari hasil saringan oleh waktu selama setahun kami saling kontak dengan sekian banyak orang yang ketemuan di Street Art itu. Dan inilah tim inti (yang nggak semuanya individu yang punya organisasi) yang nelurin gagasan bikin demonstrasi M1 di Jakarta yang kamu bahasa itu.
p/s: Buat yns, ralat juga, nama grupnya anak-anak Marjinal kala masih era Street Art itu bukan JAFRA, tapi AFRA (Anti Fasis-Rasis Action). Ga terlalu penting mungkin ya? Yeah, sekedar ngelurusin paparan sejarah dikit.
p/s: Keta, you said that if u can’t reclaim your own house, how come u can reclaim the street. Oya? Bukankah dua hal itu harus saling dilakuin secara berkesinambungan? Komentarmu itu kan mirip sama komentar usang yang bilang, kalo ga bisa revolusi personal, gimana bisa ada revolusi sosial. Gitu kan? Revolusi personal nggak akan selesai sampe mampus juga. Padahal, menurut saya kamu bisa reclaim your own house if you can reclaim the street; and vice versa, you can reclaim the street if u can reclaim your own house. Emangnya kepisah? Bukankah rumahmu juga ada di jalanan (atau setidaknya di pinggir jalan)? Emang kamu bisa berkuasa atas rumahmu sendiri saat lingkungan sosial di sekeliling rumahmu juga turut nentuin bagaimana kamu hidup di rumah kamu sendiri? Kamu pengen reclaim your own house? So help others reclaim their own. So they can help you reclaim yours. Ya terserah sih, cuman, busyet, saya kaget aja denger komentar begituan dari orang yang bisa nulis tulisan soal M1, anarkisme lokal dan punk lokal. Makanya jangan kebanyakan ngelamun (kata kamu sendiri kamu sering ngelamun), gaul ma orang-orang kek, pahamin mereka, berbagilah idup dengan mereka (bukan sekedar botol minuman doang), maka kamu bisa ngelakuin sesuatu buat realisasiin yang kamu impiin sebagai sesuatu yang lebih baek buat idupmu, bersama-sama dengan mereka yang juga berbagi mimpi yang sama.
p/s: Semoga tulisan saya di sini nggak dianggep terlalu berat. Segitu aja dulu, itu bisa lebih dipahamin kalo kita juga ngerti gimana percepatan komunikasi sekarang ini justru ngebuat orang nggak melek informasi, tapi lebih jadi miskin informasi. Ironis memang. (Hayaaah, bahasa sulit ya? My bad, sorry).
February 14, 2008 at 1:56 pm
k
………………………………………………………………………….
halo carli
February 25, 2008 at 3:01 am
Chandra
indonesia PUNK is nothing?????
lu punya kaset grenday, punya sepatu boot, punya celana ngepresss….what ever..
wanna be a punk? u can registration in kantor camat/lurah setempat untuk KTP (kartu Tanda Punker) atau KIPEM (Kartu Izin Punker Musiman)
kleng….jeg nyakcak dewa nok…
mahap saya harus copy dulu tulisan mas keta yaa…
February 26, 2008 at 4:31 am
ODOYGIANT
A DIFFERENCE ART PROJECT
A DIFFERENCE ART PROJECT
Odoygiant International Art Project
A Virtual Contemporary Art Project 2008
Copyright ©2007-2008 by Odoygiant
A way to be an artist is so simple. Here it is all that procedures.
1.We have some pictures on our website, it is like a flyer which is designed by odoygiant, and all members have to take one of the flyers from the site.
2.Download the flyer, and save on your computer.
3.Please copy the flyer on your printer, not only a piece of paper but also you want to copy it. We are really proud if you copy it savely, so do not to break that papers.
4.You have to take the flyer on the place do you want it. Take a picture with your camera and pose your expression happily.
5.Then you have to post those pictures on our website.
6.If all of the procedures has been finished, save it and you might wait the moderator’s response for accepting it.
1.A FLYER SAMPLE
Illustration. GOD SAVE THE KING
Hopefully we will get many responses from all clients, please look at the sample, and proudly we will also presentate all of the member’s photos our exhibiton.
2.HAPPENING ART PROJECT
The Exhibition will be started at YPK Hall Jl. Naripan 7-9 Bandung, July 4th 2008 (still in confirmation).
We will also make all critics to be a lux book, and show it on that exhibition.
3. A BACKGROUND OF PROJECT
Interesting to Prof. Joseph Stiglitz’s thought on Making Globalization Work, who won a Nobel Prize winner in Economy, we truely believe that a democratization, which lead by United States and European Union, is not good for developing the world to be a good system. So we learn that a best point is not for to be a unity thinking which is the capitalizm’s goal.
It is same as in the art design side, we do not have to be one likes a democratization way but we want to explore ourselves with our capacities and imaginations. So, ANA (Art Network Asia) gives a good opportunity for the talented artists all around South East Asia to make their experiments. We have known that many big countries had link like Balkan Epic, Berlinbiennale, Tate Internationale Council, and many others, which they do not to suppose many artist from developed countries.
We always imagine to be same as the artists in United States and European Union. In our developed country, we get some difficulties when we have to start and explore our imagination. Because our country is like a commander in war’s civil, who have a strong hand to stop our imagination. So we are being an alien in our own land and our expressions will be ended by our goverment. And the reason is the goverment becomes an enemy for the artists.
In that reality, we have to manage our thinking and expression in our website. Our idea comes from Prof. Nakamura, who said that a goal is only get by a person whom wants to explore their capabilities. We believe with this project, our imagination is given much influences to another ones.
CARA KERJA:
Ambil GOD SAVE THE KING flyer di internet, lalu tempelkan di tempat dimana publik mengetahuinya. Tolong tempelkan dengan tidak merusak apapun. Lalu Photo kerjamu kemudian posting di site ini (http://odoygiantfansclub.multiply.com), cabut kembali bila misi anda selesai.
Terima kasih
Odoygiant
________________________________________________________________________
GOD SAVE THE KING flyer
_____________________________________
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Diposting oleh odoygiant di 19:35 0 komentar
Berlangganan: Posting (Atom)
Arsip Blog
* ▼ 2007 (1)
o ▼ Desember (1)
+ A DIFFERENCE ART PROJECT
Mengenai Saya
odoygiant
Melihat profil lengkap saya
February 28, 2008 at 5:54 am
dod
i think i know you Carli…
March 3, 2008 at 3:10 am
k
ya…i think i know you juga….. 🙂 carli..carli..
May 3, 2008 at 2:57 pm
harisx
Hallo bos…karena satu dan lain hal serta demi keamanan kami, tolong kiranya agar tulisan ini dihapus…terima kasih.
Jaringan Anti-Otoritarian
May 12, 2008 at 12:27 pm
rANsom
dimana ad suatu kesatuan……disitulah ad pertikaian!!!!!!!!!!!
PUNK NEVER DIE………………
GRAFFITI jg NEVER DIE!!!!!!!!!
hehehehehehehehe………………..
May 14, 2008 at 6:25 am
muliono
Sudah terbit kok minta di hapus? saya suka lho tulisan ini. Saking sukanya saya suruh teman-teman saya baca tulisan ini, dan dialog beserta tanggapanya menarik sekali buat saya. sangat menginspirasi. Takut dengan apa? bukankah keberhasilan sebuah karya kalau ada sebuah reaksi, reaksi saya positif. Kalau ada yang tidak suka, itu terserah. Kalau pingin reaksi yang aman-aman saja, mendingan jangan buat karya. Kalau orang buat karya kan tujuannya adalah reaksi. Kasihan bagi pembaca seperti saya yang pingin menularkan ide-ide indah dalam tulisan ini mesti di stop. Sedih, sebuah karya tulis yang dibuat untuk tidak dibaca.
May 16, 2008 at 3:08 pm
SesA
Weleh…weleh…
seru jg ya bacaanya…
o iya…,mas chandra ngomong apa y???
knp harus ada KTP(kartu tanda Punk) atau sejenisnya???
biar tau aja y…
PUNK itu bukan stylish+musik dengan dentuman irama yg cepat saja…
tapi Punk itu JIWA..
mas chandra tau arti JIWA kan???
buat semuanya…,mungkin kalian berpikir punk itu kasar.
oke…,tapi itu hanya di lakukan oleh sebagian punk abal2 yg gk tau apa itu komunitas Punk..
Sekarang buat Bang Laode kevin…
mf sebelumya..
denger y…,punk gk pernah mmbedakan aliran2,entah apa itu reggae atau apapun jg..,punk menganggap kita itu sama…sejajar…
tau knp rambut punk itu mohawk??
–itu menandakan bahwa d dlm jiwa punk msih terdapat suku dari amerika yang d bantai…
sepatu boots yg dipakai mengartikan kita anti militer,yg kita ktahui bahwa keberadaan militer hanya menambah nyawa dlm perang..
sekian aja dulu…
May 16, 2008 at 3:14 pm
SesA
o iya…stu lg…
WALAUPUN BEGITU BANYAK ORANG YANG MENCERCA…
TAPI PERLAWANAN KAMI TETAP YANG UTAMA……,
KAMI PARA BARISAN PUNK…,KAMI LELAH DI PANDANG MIRING SERTA DIREMEHKAN OLEH MASYARAKAT…
KALIAN TAHU,PERGERAKAN PUNK BUKAN HANYA SEBATAS INI SAJA…,TAPI SUDAH MULAI MERAMBAH K PENDIDIKAN…
Abang dod,tolong donk forum ini di gunakan untuk debat sehat,bukan debat dengan kata2 kotor+pnuh emosi…
thx..
May 19, 2008 at 8:03 am
not name
GRAFFITI COME BACK!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
May 24, 2008 at 1:27 pm
dod
buat SEsa..
Saya dah baca komenmu di artikelnya K ini. Trus terang saya dah capek bercuap-cuap ttg apa itu PUNK dan segala tetek bengek didalam PUNK itu sendiri.
Kalo kamu berpikir PUNK adalah sebuah pergerakan, itu bagus banget!! so keep struggle then..
Bukan melulu menggambarkan bahwa memakai ini adalah anti itu, bergaya ini adalah anti itu, bermusik seperti ini karena menolak itu.
trus, boleh dong di sharing kebanyak orang dan ke masyarakat seperti apa siiy pergerakan dari barisan PUNK kamu (yang bukan gerombolan PUNK bebal ituh…), supaya ga dianggap remeh lagi …
iya tohh???
Karena pergerakan ituh merupakan gerakan langsung dari ‘subject’ alias pelaku, bukan melalui pergerakan imej-nya. (Semisal; pengen menjadi aktivis mahasiswa, beli pin atau bajunya che guevara saja cukup, atau pengen dilihat PUNK sejati, koleksi lagu2 dan asesoris harus lengkap, dsb…dsb…)
ohh iya sesa, kamu salah banget kalo mengira saya pake emosi dan kata kotor di forum ini. kamu harus belajar menganalisa tulisan dan penekanan makna dalam penulisan itu dan juga penjabaran sebuah maksud dibalik penulisan artikel.
kalo ga mau belajar juga ga apa siiy..
anak PUNK mana mau diatur..??
=====================
buat Muliyono..
Tulisan ini adalah tentang JAO. Dan mungkin kamu belum tau kalo JAO itu bukan angan-angan atau hayalan semata. JAO itu berwujud dan nyata (berbentuk material).
Berhubung JAO ber-aksi waktu MayDay kemaren, dan sempet berurusan sama kepolisian. Dan untuk kebaikan bersama mungkin segala materi yg behubungan ma JAO dihilangkan dulu untuk sementara waktu. Karena JAO juga untuk sementara waktu lagi “Low Down”…
Tapi ini cuman himbauan saja, terserah administrator Taman65 saja. Setidaknya anak2 JAO dah ngasih konfirmasi sebelumnya.
Dan tanggapan kamu bagus, namun mungkin ketika kamu mulai bergerak dan berinteraksi langsung dengan struktur sosial dilingkunganmu, apa yang akan kamu lakukan ketika jumlah partisipan dari kelompok yang kamu punyai terlalu sedikit untuk menghadapai kekuatan Kapital yang luar biasa besarnya??
Mau secara frontal namun mati sia-sia atau main taktik dan strategi??
Setidaknya untuk lebih melebarkan sayap perlawanan kami, agar terus aktif…
Hope you’ll understand!!!
May 26, 2008 at 7:15 am
muliyono
Dimana letak bahayanya tulisan ini? bukankah kalian gak merasa sendiri karena banyak yang baca tulisan ini? ini kan taktik bagus karena banyak penggemarnya. Saya merasa kalau jadi punk kadang memang harus sendiri karena melawan kemapanan seperti aturan bokap atau negara juga. Kalau merasa sendiri, ya cari teman-teman yang sepaham, kan dari tulisan bisa mendatangkan kawan dari mana saja. Saya curiga saja, jangan-jangan kita sendiri jadi lembaga sensor terhadap diri kita sendiri. Kan yang senang negara jadinya, dia enggak repot-repot mensensor.
Internet kan tanpa batas, jadi sama kayak orang ngobrol dari mulut ke mulut. Saya sudah terlanjur ngobrol sama teman-teman saya tentang tulisan ini. Mereka banyak yang suka kok, mereka merasa cerah setelah baca tulisan ini, mereka mulai sadar jadi punk tidak main musik aja, jadi punk harus berpihak kepada yang lemah, sekarang mereka mulai kritis mungkin besok akan melawan kemapanan itu…..bagaimana mungkin saya bisa mensensor mereka untuk tidak berbagi informasi tentang JAO ke teman-teman mereka, bagaimana mungkin mensensor mereka untuk tidak melawan, aduh saya jadinya berdosa kasih tahu tulisan ini ke mereka……
Tolong blog ini kasih tulisan tentang punk lagi dong…gimana caranya kirim tulisan kesini?
May 26, 2008 at 1:11 pm
SesA
maaf abang dod…
apa dari perkataan saya tadi sudah myimpulkan bahwa mas dod sudah memakai kata-kata kotor atau penuh emosi??maksud saya adalah pertahankan blog ini,karna dengan blog ini kita bisa sharing seperti apa yang abang dod katakan tadi….,jangan sampai terdapat kata kotor.
memang bukan hanya menggambarkan rambut seperti ini untuk itu,pakaian seperti ini untuk apalah…,saya hanya menggambarkan kenapa punk berpenampilan seperti itu…,hanya menjelaskan apa yang bang Laode Kevin ingin tahu..
seperti halnya musik-musik lain…(reggae for example…yang identik dengan gimbal).
seperti yang saya katakan tadi, bahwa PUNK itu bukan di nilai dari penampilan atau musik saja..,tapi PUNK itu jiwa…,terus terang saya tidak memiliki banyak accecoris PUNK….tapi saya tau apa arti pergerakan PUNK sebenarnya..n_n.
Para sosiolog Barat pun merasa tidak tahan untuk menggaruk kultur baru ini, untuk menghilangkan rasa gatal-gatal di tubuh PUNK yang mereka sebut sebagai (penyakit). PUNK dianggap sebagai patologi sosial yang melekat pada lifestyle ”skizoprenik” anak muda pada umumnya. Para PUNK dengan segala sifatnya yang khas (anak-anak muda yang cenderung liar, semangat pemberontakan yang kuat, pakaian dan gaya rambut yang aneh, sikap politik yang ganjil). Singkatnya, mereka adalah “pembuat masalah”. Anehya, mereka mempunyai pengikut global yang tersebar di berbagai jaringan media. Pandangan hidup mereka oleh sebagian orang dinilai “sakit” dan “gelap”.
kan sakit bang di pandang negatif seperti itu…..T_T
Dalam mengamati fenomena (sub-) kultur, Phil Cohen (1972), melihat bahwa ”fungsi laten” dari subkultur, seperti PUNK, adalah untuk ”mengekspresikan dan menanggapi”, kendati terlihat ”janggal”, kontradiksi yang tersembunyi atau tidak terselesaikan di dalam kultur orang tua.
Realitas PUNK adalah realitas masa kini. Sebuah realitas yang ”membongkar” jejak-jejak yang dilewatinya. Melawan, memparodi, mengolok-olok, sekaligus ”memutarbalikkan” logika alienasi Karl Marx, menertawakan dan menangisi ”kegigihan” rezim fatwa untuk ”menyelamatkan” mereka dari BAHAYA yang justru ”tidak pernah dipedulikannya”.
Kaum PUNK agaknya memparodikan alienasi dan kehampaan yang telah membuat semua kalangan begitu prihatin. Mereka sadar, secara sengaja dan diniatkan, untuk merayakan sekaligus menentang kepura-puraan, menawarkan diri sebagai ”sampah” masyarakat….(PUNK).
Makna Ternyata Pura-pura
Ibarat sebuah perang…(fenomena subkultur merupakan pertarungan antara bentuk dan makna, antara yang nyata (real) dan maya (hyperreal), antara sosialisme dan kapitalisme, antara Barat dan Timur, dan lain-lain).Siapa pemenangnya? Pemenangnya adalah kepura-puraan (as if), tebar pesona ( buat politik), democrasi. And the nominees goes to…pilkada camat (calon mati)… 10 x 10 = Cepek deh!!!….n_n.
Dalam Teori Dekonstruksi semiotika dekonstruktif Derrida, ingin melegitimasi pentingnya ruh lokalitas untuk memahami sejauhmana tanda-tanda atau teks (seperti PUNK dalam hal ini) itu mempermainkan dirinya sebagai ”proses yang terus menjadi”. Sehingga makna hadir tidak dalam sebuah bentuk final, tetapi selalu ”TERJEBAK” dalam permainan tanpa akhir. Makna akan hadir pada posisi differ(a)ence, yang berarti menghormati yang beda dalam keberbedaannya dan yang lain dalam kelainannya….,dengan menghargai sesama (walau terdapat perbedaan) akan membentuk SOLIDARITAS yang kuat.
BHINEKA TUNGGAL IKA bang…n_n.
Pada kenyataannya, PUNK mampu ”mendekonstruksi” tata sosial dengan ”menentangnya”, ”meremehkannya”, ”melupakannya”, yang alih-alih sebagai sebuah negasi dunia kehidupan, ia justru mengafirmasi, mengingatkan ”dunia lurus”, bahwa di balik segala tata krama, norma-norma, etika, terdapat kepura-puraan, manusia bertopeng, musuh dalam selimut, yang setiap saat bisa meledakkan ”bom waktu” yang meluluh-lantahkan (norma) kemanusiaan॥
Ini hanya menurut pendapat dan pandangan saya, jika abang dod punya pendapat atau pandangan yang berbeda mengenai hal ini, saya menghargai itu, karna pada dasarnya setiap insan mempunyai sudut pandang yang berbeda.
seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu saya berharap blog ini sebagai media untuk dapat saling bertukar pikiran guna menambah pengetahuan tentang hal-hal yang sering terlupakan di tengah hiruk pikuk kegiatan masyarakat.
thnx…n_n
May 27, 2008 at 3:02 am
dod
hai lagi Muliyono..
Kamu benar bahwa bahaya dari tulisan ini adalah tidak ada. Karena yang berbahaya dan mulai mengancam adalah pergerakan kelompok yg namanya JAO. Yang kebetulan dibahas dalam tulisan si K ini. Meskipun tulisan ini ditulis jauh sebelum insiden mayDay 2008 terjadi. Tapi saya sudah jelasin kemaren, bahwa ini terserah dari Tim Admin dari Taman 65.
Terima kasih untuk usulanmu tentang keberadaan penggemar yang kemudian kamu anggap sebagai taktik handal…(???)
Entah siapa yang kamu maksud, penggemar dari tulisan nya si K ini atau penggemar JAO itu sendiri..
Namun menurut ku, pergerakan yang digalakkan oleh anak2 JAO adalah bukan lagi tentang bagaimana menghimpun massa penggemar, kami lebih dari itu teman..!!!
Sebaiknya kita diskusi santai secara langsung tentang pergerakan yang lebih lanjut jika kamu mau..tidak dalam forum ini.
Mungkin kamu berpikir bahwa internet adalah tanpa batas. Itu wajar saja. Namun sayangnya tidak ada revolusi yang terjadi lewat internet, email, apalagi acara musik di TV. Karena itu lagi pula saya berpendapat bahwa banyaknya orang/teman yang menggemari tulisan ini adalah berkat inisiatif kamu dalam menyebarkan info ke banyak orang. Dan tulisan ini tetap-lah benda mati, yang tak berguna jika tidak dihidupkan dengan pergerakan langsung. Dan saya salut dengan kamu tentang ini..!!!
Jika harus melalui jalur PUNK, silahkan saja, namun kalo boleh saya ngasih usul pergerakan sosial adalah bukan hanya dijalur PUNK saja. Dan JAO itu bukan PUNK, karena JAO berdiri bukan karena imej, jenis musik, atau ideologi yang lawas (kiri), dan tentu saja bukan dari parpol.
Tapi saya bersedia mambantu, kalo diijinkan. Saya punya beberapa materi tentang PUNK. Saya sering sebar malam hari dilapakan simpang empat SMU 2 denpasar. Karena saya tidak mampu menjelaskan labih banyak lagi tentang JAO dan pergerakan PUNK di forum ini, sekali lagi untuk kepentingan bersama…
shall we meet someday..??
Keep in struggle…
InLove
D
May 27, 2008 at 4:02 am
SesA
bang dod ngmong apa siyy sama kaka muliyono…????
walau saya tidak terlibat dalam gerakan JAO pada May 2007..
tapi jujur saja, saya adalah seseorang yang termasuk pada gerakan JAO pada mayday 2008, saya berada di depan perbanas dengan JAO, hingga di hentikan polisi dan di bawa ke polres..
menurut saya blog ini tidak ada bahayanya…,kita sharing aja…
buat JAO….,kasih alasan apa bahaya dari blog ini??
buat boots little poems community….thanx buat makanannya saat JAO di polres…
May 27, 2008 at 8:32 am
Miss Ika
Iya tuh…
Nyorat nyoret gedung bakrie aja berani… Masak musti mundur lagi…
by the way, anyway, busway,
Yang UU untuk sesuatu yang kekiri-kirian piye kuwi?? Beneran udah di legalized yah???
Jadi ngebayangin kalo ntar semua jalur diubah kekanan semua, berasa kayak di negoro londo…
May 27, 2008 at 8:35 am
Miss Ika
Maksute jalur jalan raya!!!
😮
May 27, 2008 at 9:00 am
dod
DUhh sesa..
Saya jadi ngga ngerti maksdumu yang terlalu berputar-putar. Yang kemaren kamu bilang:
“Abang dod,tolong donk forum ini di gunakan untuk debat sehat,bukan debat dengan kata2 kotor+pnuh emosi…”
Lahh, yang sekarang:
“maaf abang dod…apa dari perkataan saya tadi sudah myimpulkan bahwa mas dod sudah memakai kata-kata kotor atau penuh emosi??”
Saya jadi bingung…
Kembali membahas PUNK (huh..so tired with this things), dan yeap penjelasanmu sudah cukup panjang dan lumayan melelahkan bacanya, tapi kamu menjabarkannya secara keren !!!!
Pemahamanmu tentang tata krama, tentang kepura-puraan, tentang meremehkan, dan bla..bla..blaa..lainnya adalah sama dengan pemahaman dekonstruksi yang kamu jabarkan. Dua hal yang sama fatalnya, jika tidak disertai dengan analisis sosial di suatu lingkungan tertentu.
Kebanyakan antropolog dan sosiolog, dalam membahas kondisi sosial adalah berdasarkan dan berakhir pada metoda klasifikasi. Entah mereka terjebak dengan hal ini atau dengan secara sengaja membahas tampilan luar saja. Dan penelitian ttg PUNK, kebanyakan masuk kedalam metode ini. Yang menjadikan PUNK sebagai kelompok baru yang terpisah dari masyarakat (mungkinkah juga akan menjadi klas yang baru lagi..??).
Jika PUNK mampu menyelamatkan rezim atau juga sosial dari ancaman bahaya, mampukah PUNK itu membangun sebuah tatanan baru dengan metode dekonstruktif yang aduhai luar biasanya itu?? Bukankah akan juga sama berbahaya jika hidup tanpa kerangka kerja yang jelas?? dan tanpa kesepakatan yang jelas??
*semoga ini ga dianggap kata kotor lagii…huh*
Atau bahaya yang seperti apa yang kamu maksud?? atau mungkin punya metode lain yang terlewatkan oleh saya??
Yang saya sedikit heran, jika kamu mau menghilangkan kepura-puraan, tebar pesona (atau setidaknya kritis terhadapnya) mengapa metode: memahami tanda-tanda atau teks saja yang anda tekankan?? Bukankah tanda-tanda dan tebar pesona merupakan citra dari kegiatan suatu kelompok manusia tertentu?? Suatu hal yang sama saja??
Apakah ini juga berarti bahwa PUNK adalah sama saja dengan apa yang coba dilawannya???
Semakin menjadi hiruk pikuk??
hmmm, bit worry…
D
ps: saya tidak pernah bermasalah dengan perbedaaan kok=), cuma saja jika saling bertukar pendapat namun tidak dalam ranah yang sama akan sangat melelahkan bagiku..
May 27, 2008 at 9:11 am
dod
hai lagi ses..
Baca lagi aja komenku tuk si Muliyono ituhh dan komen sebelumnya oleh si Muliyono.
===============
Miss Ika,
Ini bukan di film 300 yang jagoan itu lohh, yang bisa ngalahin banyak orang dengan jumlah segitu ajahh..
Mundur bukan berarti ngga ngapa-ngapain lohh. Berhubung jumlah kami sangat sedikit, makanya memilih tuk “break” sementara. Dari pada dihancurin begitu saja…:-P
how bout beer then???
May 28, 2008 at 4:01 am
kagendra
hayuuu nge beer aja duluuuuu, istirahat bentar sambil susun strategi baru untuk tetap melawan
no matter what
no fucking but
May 30, 2008 at 9:36 am
SesA
OOOOOOOOHHHHHHH……..
bgitu ya bang dod,mungkin harus dipikirkan lagi pendapat saya selama ini…
sudut pandang abang dod sangat menarik untuk saya lebih pahami dan menemukan jawaban dari apa yang abang dod pertanyakan!!!
maaf jika membahas “PUNK” membuat abang dod lelah…,mungkin kita bisa saling bertukar fikiran dalam hal lain….n_n.
o ya…,jika bang dod mo “keep going” or “break for a while”..,apapun itu menurut saya pasti itu adalah jalan terbaik…
pasti bang dod punya strategi yang lebih ajip di banding Film threeHundred..
kalau begitu…,saya angkat gelas untuk perjuangan bang dod..
mari bersulang bang….
demi kebangkitan bersama..n_n.
May 30, 2008 at 9:42 am
SesA
OOOOOOOOHHHHHHH……..
bgitu ya bang dod,mungkin harus dipikirkan lagi pendapat saya selama ini…
sudut pandang abang dod sangat menarik untuk saya lebih pahami dan menemukan jawaban dari apa yang abang dod pertanyakan!!!
maaf jika membahas “PUNK” membuat abang dod lelah…,mungkin kita bisa saling bertukar fikiran dalam hal lain….n_n.
o ya bang dod…, “keep going” or “break for a while”..,apapun itu menurut saya pasti itu adalah jalan terbaik…
pasti bang dod punya strategi yang lebih ajip di banding Film threeHundred…(300 tentara terkuat yang tak terkalahkan).
tapi jangan lama-lama break ya..,ntar kita gak bisa komunikasi+sharing lagi..T_T.
kalau begitu…,saya angkat gelas untuk perjuangan bang dod..
mari bersulang bang….
demi kebangkitan bersama..n_n.
ps : you’ll never walk alone….
keep struggle…
May 30, 2008 at 10:51 am
dod
hai ses..
saya punya beberapa materi tentang PUNK. Kalo kamu mau, ntar ku kopikan. Yaa, kali aja bisa jadi referensi mu, kan lumayan tuhh =)
kalo kapan-kapan kamu ada kegiatan diskusi, saya mau dong diajak…hehehh
I guess you also did some progress things..!!
so, always side by side..
May 30, 2008 at 3:34 pm
SesA
Wah….
boleh-boleh tuh bang dod, mungkin aja bisa memperluas pandangan saya…
iya..,nanti kalo ada diskusi saya ajak!!!
berhubung untuk saat ini saya lagi sibuk kuliah,jadi kesempatan untuk sharing tentang masalah-masalah sub-kultural agak berkurang…,makanya saya suka buka artikel ini,selain menambah wawasan, juga dapat mempererat tali persaudaraan.
n_n
May 31, 2008 at 6:45 am
muliyono
Saya pingin sekali ngobrol sama kamu dod, pingin tukar pengalaman. Karena saya tinggal di luar Bali jadi susah ketemunya, gimana caranya ya? nanti waktu aku ke Bali kita bisa ketemuan.
Saya mengerti sekali perasaanya Dod, takut adalah hak semua orang. Saya cuma gak ngerti kenapa mesti tulisan ini di cabut? hubunganganya apa? saya gak pernah tahu apakah ada sebuah tulisan yang dipublikasi di cabut oleh subjek yang menjadi objek beritanya, padahal sama sekali tidak memuat hal-hal negatif, tidak berkenan, atau yang menyinggung. Yang saya tahu hanya penguasa saja yang pernah melarang karya tulis.
Misalnya JAO takut karena aksinya menyulut kemarahan penguasa, bukan berarti berhak melarang orang menceritakan kisah-kisah tentang JAO. Blog ini kan ruang bercerita tentang kisah-kisah…….salah satunya kisah tentang JAO. Saya tahu blog ini adalah ruang publik, siapapun bisa mengakses, dan karena itu Dod atau JAO takut terditeksi dengan musuh-musuh anda. Saya pikir ini bukan kesalahan yang punya Blog, kalian ditulis karena kalian nampak dipermukaan, kalian ditulis karena memang menarik untuk ditulis, karena kalian menginspirasi sipenulis. Sipenulis hanya ingin menulis dan ingin mempublikasikanya……
Coba cermati lagi isi tulisannya, sama sekali gak ada yang negatif. Menurut saya JAO harus dibedakan antara JAO secara orang, dan JAO secara ideologis. Ketika seseorang membaca dan terinspirasi maka JAO berhasil secara ideologis karena mampu menginspirasikan, menyumbang wawasan, ide dan prinsip terhadap seseorang yang sama sekali gak tahu sejarah dan orang-orangnya JAO (termasuk saya). Saya adalah orang JAO secara ideologis. Secara Ideologis berarti tidak mengenal batas, melampaui si pembuat. Mereka yang terinspirasi dan tidak saling mengenal ini juga punya hak untuk memiliki JAO secara ideologis….
Kalau ketakutan Dod dan kawan-kawan JAO adalah JAO dalam versi orang, yaitu orang-orang yang membentuk dan melahirkan JAO. Pendekatan “orang”biasanya terjebak menjadi egoistis seolah-olah kalian sendiri yang memiliki JAO karena itu berhak mencabut tulisan tentang dirinya karena alasan ketakutan orang-orang yang menciptakanya.
Saya pikir gak bener kalian punya kehendak mencabut tulisan ini, karena saya juga bagian dari manusia yang terinspirasi olehnya, saya juga punya hak untuk komplain terhadap yang melarang termasuk orang-orang JAO sendiri. Saya adalah manusia ideologisnya JAO, kalau dipotong atau dicabut berarti membunuh JAO secara ideologis……..
Bagi saya malahan bangga ada seseorang yang senang dan terinspirasi. Semoga ini hanya ketakutan dod secara personal, semoga semuanya tidak takut……saya takut ini nanti menjadi sebuah stereotipe, padahal ketakutan segelintir orang yang panik dan mengklaim atas nama banyak orang……
May 31, 2008 at 7:55 am
jessy
muliono, fuck you love you!!!!!!!!!!!
June 2, 2008 at 5:08 am
dod
dear sesa..
apakah kamu juga diluar bali kaya si Muliyono..??
waduhh, semoga aja nggak, berhubung susahnya mencari teman yang kritis di kalangan sub-kultur underground di bali ini..=(
kapan2 bikin forum donk ma temen2 punk yg laen, trus ajak saya juga..
hehehhehh
June 2, 2008 at 8:07 am
SesA
iya bang, saya di Jakarta….
saya punya teman di bali,namanya gilang,anak PUNK jg….
iya…,nanti saya bikin forum dech, doain ja…(kayak benteng takeshi..n_n).
masalah keterbatasan jarak bukan berarti hilangnya komunikasi kan??
oleh karena itu sebisa mungkin terus pertahankan blog ini…
mungkin bisa di jelaskan apa isi artikel ini kepada JAO.
sepertinya benar apa yang kak muliyono katakan, bahwa tidak ada hal-hal negatif yang menjatuhkan object yang di bicarakan..,jika JAO adalah pergerakan, maka tidak salah donk jika JAO sharing kepada masyarakat atas misi dari pergerakan mereka…
apa JAO terlalu sensitif atas pembahasan tentang mereka dalam artikel ini??
atau ada perkataan bang dod yang menyulut amarah mereka untuk mencabut blog ini??
atau para barisan JAO saja yang tidak bisa menganalisa apa arti setiap perkatan, kalimat, bahkan paragraf dalam artikel ini????
atau JAO kurang mengerti apa maksud latar belakang penulisan artikel ini??
atau JAO hanya ingin menambah musuh baru???(uuuhhh….i hope not).
kak muliyono bilang “JAO takut aksinya akan menyulut kemarahan penguasa”, kalau bgitu apa arti pergerakan JAO selama ini??
hanya untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa JAO itu ada??
tetapi keberadan JAO di hantui kekuasaan besar yang siap menelan mereka??
ayo JAO…jelaskan kepada kami!!!
seharusnya JAO lebih sering muncul di tengah masyarakat, bukan hanya muncul setahun sekali dengan menebarkan ketakutan kepada masyarakat!!
jika abang dod diselimuti ketakutan seperti apa yang kak muliyono katakan, itu manusiawi bang…,oleh karena itu terdapat orang-orang yang sepaham dengan abang dod untuk membantu bang dod.
jika JAO mau menkonfirmasi masalah ini, gak salah kan berbicara di forum ini dan memberikan alasan yang jelas, hingga saya tidak hanya mendapatkan satu senyum tanpa arti.
mungkin metode “Break for a while” bisa sangat fatal, jika ini di jalankan mungkin barisan gagah dalam blog ini akan lenyap, mungkin saat ini bang dod serta kawan-kawan merasa berada di satu sisi di bawah kaki raja yang menginjak bumi ini, tapi bukan berarti kita menyerah kan??saya tahu bang dod punya semangat.
jika JAO menutup blog ini,artinya apa bedanya JAO dengan kapitalis????
kalu begitu apa perbedaan JAO dengan apa yang ditentangnya??
jika benar, itu bagai memarahi diri sendiri di cermin.??
menurut kak muliyono dan bang dod bagaimana???
salam…n_n
June 2, 2008 at 11:46 am
dod
Sebagai permulaan, tanggapan saya ini berada tetap didalam konteks penulisan artikel oleh si K yang dimuat oleh Tim Admin Taman65.
=============================
dear Muliyono..
Jika kamu berpkir bahwa kamu tahu tentang perasaanku seperti yang kamu uraikan dalam tanggapanmu diatas, jujur saja kamu sangat keliru tentang saya…
Sekali lagi saya coba tekankan, bahwa dicabut atau tidaknya tulisan ini adalah tergantung dari Tim Admin Taman 65 dan juga keputusan si K. Karena kedua pihak ini adalah pengurus dan kontributor terkait langsung dengan tulisan ini dan Blog ini.
Salah satu teman dari lingkar JAO memang sempat ngasih pemberitaan, bahwa sebaiknya jika tulisan ini dihilangkan dulu. Namun keputusan akhir tetap berada ditangan pihak yang terkait langsung dengan tulisan ini dan media Blog ini.
Tetapi, apakah ada dari pihak lingkar JAO menteror dari Taman 65, atau mengancam si K, atau langsung mengobrak-abrik keberadaan Taman65 beserta seluruh individu yang terlibat dalam forum tulisan ini?? Jadi kecendrungan protes kamu terhadap lingkar JAO adalah hal yang tidak perlu. Boleh banget kok protes, namun sayangnya hal itu terlalu sia-sia.
Tentang isi tulisan dan aspirasi yang dapat kamu dapatkan dari tulisan ini, saya sangat mengerti sekali. Dan sangat menyentuh hatiku…(sampe terharu..)
Penjelasanmu tentang pemisahan antara ‘secara orang’ dan ‘secara ideologis’ sangat lucu bagiku, beserta segala cuap-cuap kamu tentang pendekatan dan hak kepemilikan ide-ide. Tapi itu bukan masalah kok, ini dikarenakan kamu memang tidak mengetahui tentang bagaimana sebuah (kon)federasi yang bernama JAO itu berdiri. Fungsi dan kepentingan dari konfederasi itu dibalik pentasnya ditataran dunia pertunjukan…
Unek-unek kamu memang masuk akal. Dan tentu saja kamu punya hak untuk ngelarang sana-sini, termasuk juga ngelarang JAO. Kamu juga berhak kok untuk mengklaim JAO secara ideologis sebagai dirimu.
Yang tidak masuk akal kemudian adalah; bahwa kamu mencoba mendefenisikan gerakan JAO berdasarkan tulisan ini saja, dan berdasarkan
gambaran luarnya saja. Hanya berdasarkan kacamata tulisan ini harus dicabut atau tidak. Dan saya rasa hal ini tidak perlu lagi diperpanjang. Karena tulisan ini pun masih mengaburkan tentang gerakan Anti-Otoritarian itu sendiri…
Teman-teman lingkar JAO punya kesepakatan dan ketentuan tersendiri untuk mendefenisikan gerakan Anti-Otoritarian, yang sama sekali baru, jauh meninggalkan pergerakan tradisional. Karena kami sadar banget bahwa sistem kapitalis ini tidak mudah dihancurkan begitu saja tanpa strategi dan analisa yang jernih..
(duhh, cuman bisa ngejelasin sampe disini aja ttg JAO)
Dan kami sangat kenal dengan apa yang kami lakukan, hidup kami jadi taruhannya. Kami akan menyelamatkan dan membebaskan kehidupan kami, bukan sebaliknya!!!
Jadi sekali lagi, sebelum mendefenisikan suatu hal, kenali dahulu hal tersebut..
Mail me for further chit-chat:
festival_konsumsi@yahoo.com
Because talk is cheap buddy…!!!
=============================================
Dear Sesa..
Tentang jarak tentu saja banyak mempengaruhi kondisi politik, ekonomi, dan sosial tentunya. Apalagi untuk memulai sebuah gerakan.
Tanggapan untuk argumen si Muliyono sudah kujabarkan diatas.
Argumenmu juga sangat menyedihkan menurutku, namun saya ngerti banget kok. Karena ketidaktahuanmu tentang gerakan JAO itu sendiri. Dan memang gerakan JAO itu sendiri kelihatannya sedikit elit dan cenderung ‘tidak umum’…
Namun itu cuman tampilan luarnya saja kok, sekali lagi itu cuman tampilan luarnya saja. Karena hanya orang-orang bebal yang mempelajari sesuatu berdasarkan tampilan luarnya saja (tanda-tanda, imej, simbol, representasi, et cetera..)
Apalagi sampai mendefenisikannya..=(
Asal kamu tau aja ses, saya sudah hidup bersama dengan ide-ide anti-otoritarian selama 8 tahun. Apa menurutmu perlu selama itu untuk kemudian takut?? saya cuman butuh sekitar 30 menit untuk memutuskan saya takut atau mundur atau berubah menjadi penganut kapitalis.
So, please my dear, if you don’t know me, do not give me a damn bullshit..=) got my point??? lets hope..
Apakah kami bergerak untuk menghancurkan blog ini?? sampai saat ini, bukankah blog ini masih aktif??
Tohh juga sampai saat ini Tim Admin Taman 65 (dan tentu saja si K) tidak menghapus tulisan ini..
Kenapa harus ribet dengan hal yang tidak perlu???
Lingkar JAO memiliki segudang strategi dan kesepakatan tertentu yang dirancang untuk memperlebar gerakan perlawanan terhadap senjata neo-liberalisme-nya budaya kapitalisme. Yang tentu saja demi kepentingan untuk perwujudan dunia tanpa otoritas, tanpa hirarki, dan tanpa perwakilan.
lets share for more:
festival_konsumsi@yahoo.com
Before they were unplugged with this sistem, they’re still our enemy..
(salah satu dialog dalam film trilogi The Matrix)
June 3, 2008 at 1:11 pm
SesA
sejujurnya….,saya jadi tambah tidak mengerti tentang masalah blog ini!!!
dalam pesan untuk miss Ika, bang dod mengatakan “Mundur bukan berarti ngga ngapa-ngapain lohh. Berhubung jumlah kami sangat sedikit, makanya memilih tuk “break” sementara. Dari pada dihancurin begitu saja…”..,menurut saya jelas terlihat dalam perkataan tersebut bahwa terdapat individu atau atau badan (asumsi saya adalah JAO) yang berjumlah lebih banyak yang ingin menghancurkan (entah menghancurkan bang dod, Taman65, this blog, or someone yang berinisial K), akan tetapi abang berkata bahwa abang dod sudah hidup bersama dengan ide-ide anti-otoritarian selama 8 tahun, apa artikel ini mendapat perlawanan dari orang-orang satu komunitas?
lagipula yang lebih banyak muncul dalam blog ini adalah abang dod sendiri, penjelasan dari K yang menulis artikel ini bahkan tidak ada.
hhhmmmm…,repot juga seperti ini, penjelasan yang tanggung akan melahirkan pertanyaan yang terus mengalir! abang dod menjelaskan sesuatu tetapi tidak tuntas, tapi jika alasan bang dod terhadap penjelasan yang tanggung tersebut adalah “demi kepentingan bersama”, saya maklumi kok, dari sini terlihat bahwa bang dod bukan orang yang Egois, tapi selalu mementingkan kepentingan bersama (semoga benar)!
o ya, kapan bang dod ingin memberikan materi tentang PUNK kepada saya? dan bagaimana caranya? bukankah jarak memisahkan kita?n_n
saya minta maaf jika apa yang saya katakan adalah “Bullshit” menurut bang dod, saya hanya menganalisa apa yang saya dengar, lihat, serta dari penjelasan bang dod yang tanggung tersebut.
UUhhhhh….,terkadang bang dod manis bagiku, tetapi tajam dalam mengemukakan argumentasi serta pendapat dari sudut pandangnya.
eh..,bang dod suka nonton film ya??n_n..
santai sebentar bang, katanya mau nge-beer, kapan nich kita bersulang??
June 5, 2008 at 3:56 am
dod
hai lagi Sesa…
I am sweet, iyaa ga seehh..=)
*halaah*
Kalo kamu semakin ngga ngerti tentang tanggapanku, menurutku inilah kelemahan dari metode sharing secara tidak langsung (alias pake media perantara, alias pake metode representasi), emang sihh media blog ini kita bisa manfaatkan untuk saling berbagi cerita atau semacamnya.
Namun jika ada kecendrungan untuk membagi pesan tertentu, atau menyebarkan isu tertentu, maka kesalah-pahaman maksud akan sangat mungkin untuk terjadi.
Disamping itu, saya juga bukan orang yang sangat brillian militan banget dalam menyampaikan maksud melalui media penulisan. Jadi bukan berarti saya mau memutarbalikkan keberadaan JAO, atau bertele-tele, bukan juga untuk membikin kamu bingung.
“Berhubung jumlah kami sangat sedikit, makanya memilih tuk “break” sementara. Dari pada dihancurin begitu saja…” – Gini maksudnya, lebih baik “low down” sementara, selain sambil menyusun strategi baru juga untuk mengevaluasi hasil dari aksi tersebut. Nah kata “dihancurin” itu saya maksudkan bagi lawan terberat gerakan Anti-Otoritarian itu sendiri yaitu: sistem kapitalisasi (beserta akumulasi kapital) manusia yang eksis sekarang ini lohh neng ayu..beserta perangkat keras bersenjatanya dan perangkat lunak pembagian klas sosial-nya. Karena lawan itu masih terlalu kuat, sementara kondisi sosial masyarakat indonesia belum terlalu berani untuk bangkit melawannya, maka sangat wajar tohh kalo ‘low down” dulu, tetapi bukan berarti “shut down” lohh yaaa… catet boow 😉
Materi punk, kalo kamu di Jak sana, ada kok temenku yg bisa bantuin. Ato mungkin saja kamu dah kenal mereka2. Kamu juga ikutan komunitas Punk kan?? Temen yang di Jakarta itu anak2 Proletar nama bandnya. Soalnya ongkos kirim mahal say..
Nonton film suka banget dong, Indiana Jones belum nonton niiy, keren juga kayaknya yaaa??, kalo ditraktir saya mau kok..=) dengan senang hati…
kalo yg berbau alkohol, boleh lahh, tunggu kapan kamu ke bali ajahh, okey??
best
D
ps:
Tajam, lembut, bahkan kasar, dalam mengutarakan pendapat hanyalah sebuah ungkapan kok, yang perlu diperhatikan adalah maksud dari pendapat-nya ituhh.
Yang tentang ‘bullshit’ itu lupain aja yaaa, saya anggap kamu orng yang mampu berpendapat dengan mengutamakan materi yang ada, bukan hanya melalui perasaan atau bawaan sifat semata.
June 6, 2008 at 5:43 am
SesA
sweet lah….(hahahha)..
dari sifat serta cara sharing pendapat bang dod menurut saya sudah menggambarkan ituuww…
iya juga ya…., dalam sharing lewat media (apalagi media umum seperti ini) bisa berbahaya jika terdapat kesalah-pahaman.
“low down” dulu ya??. bukankah dengan begitu sistem kapitalis akan tambah melebarkan sayapnya (jujur saja, saya beranggapan jika lawan saya sedang “low down”, maka saya akan mengambil kesempatan itu untuk memperluas kuasa saya, hingga saya akan lebih sulit di kalahkan)..
lagi pula yang JAO lawan adalah sitemnya kan? bukan orangnya!
Indiana jones y?? saya juga belumnonton tuh, jadi belum tau keren apa gak, tapi sepertinya keren!
berbau alkohol?? wah bang dod alkoholic ya??, nanti kalau nge-beer mulu jadi lupa pergerakan menghapus kapitalis lho…
emang siapa bang??, lagipula ada di daerah mana??
anggota JAO yang saya tau adalah Haris dan Beker,!!
kapan-kapan saya ke Bali lahh…,doain ja dapet duit banyak ya….(tapi dari hasil jerih payah dan merupakan hak saya, bukan hasil dari korupsi)
duhh…, jadi enak nich di bilang orang yang mampu berpendapat dengan mengutamakan materi yang ada…hehe..n_n
oya, kenapa si K tidak pernah ada dalam blog ini?? sibukkah dia??
ps : bang dod bilang “Nah kata “dihancurin” itu saya maksudkan bagi lawan terberat gerakan Anti-Otoritarian itu sendiri yaitu: sistem kapitalisasi (beserta akumulasi kapital) manusia yang eksis sekarang ini lohh neng ayu..”
duh bang, sebutan neng ayu itu salah bang, saya itu lelaki lho….n_n
tapi saya maklumi, karena ketidak tahuan bang dod, serta kelemahan dari metode sharing melelui media.., ya kan bang???
kalo kapan-kapan saya ke bali, kita nge-beer ya???
June 6, 2008 at 5:36 pm
pU3
Hai…
salam kenal tuk semuanya…
ternyata blog ini memang rame yah??
Berbicara soal PUNK memang tidak akan ada habisnya..
namun satu yang membuat saya bertanya-tanya :
buat sesA:
Kamu tahu kan,apa yang akan terjadi kelak,ketika semuanya terselimuti oleh globalisasi??
yang mau saya tekankan disini adalah masalah pengaruh dari globalisasi itu sendiri.
menurut saya,kapitalisasi akan menjadi semakin semarak ketika seluruh dunia terkena imbas dari adanya globalisasi, dan mungkin juga dipengaruhi oleh adanya westernisasi.
lalu bagaimana dengan JAO itu sendiri…???
Hal itu sudah pasti akan terjadi..
yang memegang modal paling besar, ialah yang akan berkuasa..
menurut saya keadaan ini adalah suatu keadaan dimana dengan kata lain UANG lah yang berkuasa…
Bagaimana dengan PUNK itu sendiri…???
Apakah PUNK tetap mengeksistensikan dirinya untuk melawan itu semua??
jika iya,,apakah itu tidak sia – sia???
tolong dijawab yah…
saya bingung banget neh…
June 6, 2008 at 5:40 pm
pU3
maaf jika pertanyaan saya dapat dikategorikan sebagai pertanyaan bodoh…
karena saya benar2 tidak tahu, dan saya ingin sekali mengetahui lebih dalam..
yah..walaupun hanya melalui sebuah media tak langsung. takutnya nanti salah kaprah…
hehehehehehe….
June 7, 2008 at 6:37 am
SesA
pu3….
globalisai ya??
globalisasi emang tidak bisa di hentikan karena semakin maraknya komunikasi serta hubungan dengan dari suatu belahan dunia ke belahan dunia yang lain.., permasalahan westernisasi bukan berarti kapitalis kan???
memang gak bisa dipungkiri bahwa yang mempunyai modal terbesar adalah yang berkuasa.., tapi bukan berarti dengan modal yang besar itu kita lupa akan status makhluk sosial yang kita emban kan??
apa dengan modal yang besar kita dapat seenaknya memonopoli segala sesuatu, melakukan segalanya, bertindak semaunya, serta melupakan kepentingan sesama??
untuk itulah kenapa perlu adanya sistem hukum yang tegas, tapi kalau kamu lihat kenyataan, bahwa sekarang hukum itu lemah dengan UANG, semua penguasa itu seakan-akan terbebas dari hukum.
apa munurutmu mereka itu terbebas dari hukum atau mempunyai payung hukum??
tapi apapun itu pasti disebabkan oleh kekuasaan atau UANG kan???
apa kamu setuju dengan ini semua??
lets open your beatiful eyes, lady!!
pergerakan PUNK sia-sia??
kenapa begitu??
sebelum saya jelaskan apa yang saya ketahui, saya ingin bertanya kenapa kamu bisa berkata sia-sia??
coba deh kamu beranggapan seakan-akan kamu yang menjadi korban injakan kaki dari sang penguasa!
nb : bukan saya tidak mau membahas masalah PUNK atau JAO, coba kamu baca komen bang Dod diatas, semua karena media, jadi kesalah pahaman dalam mengartikan kata-kata bisa terjadi lho put, hal ini yang sebaiknya kita hindari!!
June 11, 2008 at 5:20 am
muliyono
Dod, sory baru balas yah, soalnya lagi sibuk tugas kampus. Memang benar kamu menilai aku belum mengetahui JAO secara utuh. Posisi ku bukan dalam hal mengetahui sesuatu, aku mengklaim diri ku “ideologis” karena ada sebuah perinsip, dan semangat yang aku dapat sehingga membentuk cara berpikir ku. Jujur kaum punk di tempat ku cuma main musik aja, punk itu hanya musik yang fungsinya menghibur. Dari tulisan si K ini aku dapat sesuatu bahwa punk bukan sekedar itu, kisah kritis punk yang dulu kubaca hanya ada di eropa ternyata ada di Inodnesia. Karena itu aku salut sama JAO……. Aku manusia ideologisnya JAO maksudnya sekelumit kisah JAO dalam tulisan ini ternyata memberikan wawasan dan menginspirasikan ide-ide dialam otak ku untuk mencoba membuat sebuah gerakan punk yang menyentuh ranah politik. Sekali lagi bukan ideologis dalam pengertian inspiratif yang melahirkan ide-ide
Kesalahan dod melihat tanggapan saya sebagai definisi, ini hanyalah sebuah intepretasi terhadap pembacaan tulisan. Inpretasi sifatnya cair, tidak jelas dan tegas sperti definisi. Kalau terlihat seperti “definisi” maafin ya….he…he…manusia kan kadang-kadang hilaf…..atau mungkin kamu saja mendefinisasikan tanggapan-tanggapan ku, padahal hanya sebuah intepretasi yang bisa digugat, dan diragukan kebenaranya, karena itu kita berdiskusi di sini karena belum menemukan definisi yang tepat……lebih baik begini kalau didefinisikan nanti jadinya mandeg, sakral, dan ujung-ujungnya pengharaman terhadap intepretasi berbeda……
Thank friends, diskusi semua ini membuat ku bergejolak…….
June 11, 2008 at 5:25 am
muliyono
Ini perbaikan, karena ada salah ketik dalam kalimat terakhir paragraf pertama, yang setelah ku baca ternyata maknanya sangat melenceng….
Dod, sory baru balas yah, soalnya lagi sibuk tugas kampus. Memang benar kamu menilai aku belum mengetahui JAO secara utuh. Posisi ku bukan dalam hal mengetahui sesuatu, aku mengklaim diri ku “ideologis” karena ada sebuah perinsip, dan semangat yang aku dapat sehingga membentuk cara berpikir ku. Jujur kaum punk di tempat ku cuma main musik aja, punk itu hanya musik yang fungsinya menghibur. Dari tulisan si K ini aku dapat sesuatu bahwa punk bukan sekedar itu, kisah kritis punk yang dulu kubaca hanya ada di eropa ternyata ada di Inodnesia. Karena itu aku salut sama JAO……. Aku manusia ideologisnya JAO maksudnya sekelumit kisah JAO dalam tulisan ini ternyata memberikan wawasan dan menginspirasikan ide-ide dialam otak ku untuk mencoba membuat sebuah gerakan punk yang menyentuh ranah politik. Sekali lagi ideologis dalam pengertian inspiratif yang melahirkan ide-ide
Kesalahan dod melihat tanggapan saya sebagai definisi, ini hanyalah sebuah intepretasi terhadap pembacaan tulisan. Inpretasi sifatnya cair, tidak jelas dan tegas sperti definisi. Kalau terlihat seperti “definisi” maafin ya….he…he…manusia kan kadang-kadang hilaf…..atau mungkin kamu saja mendefinisasikan tanggapan-tanggapan ku, padahal hanya sebuah intepretasi yang bisa digugat, dan diragukan kebenaranya, karena itu kita berdiskusi di sini karena belum menemukan definisi yang tepat……lebih baik begini kalau didefinisikan nanti jadinya mandeg, sakral, dan ujung-ujungnya pengharaman terhadap intepretasi berbeda……
Thank friends, diskusi semua ini membuat ku bergejolak…….
June 15, 2008 at 4:35 pm
k
here i cooooooommmmmmmeeeeeeee….tet..tret..teet.tet.tet..
ya saya yang menulis artikel ini. mahapkanlah saya baru menongolkan diri saya, karena saya sedang sibuk mengurus anak ayam saya yang semakin besar dan perlu dipantau terus perkembangannya agar bisa mengahsilkan barang sesuap nasi buat keluarga. mahapkan..
ceritanya gini: sore itu saya di sms dod, ttg menurunkan semua tulisan tentang JAO, karena teman-teman mendapat “musibah” di jakarta waktu aksi mayday. trus sms dia itu saya forward ke admin blog ini. sebelumnya saya juga udah di sms sama seorang teman dari JAO yang kebetulan ga ikut ke jkt, karena sesuatu dan lain hal. katanya anak-anak ketangkep semua di jkt. bingung? ya tentu saja bingung. tapi beberapa jam kemudian dia sms lagi katanya semua udah terkendali disana. jadi kita yang ketinggalan di jogja bisa tidur tenang. ok sip, saya tidur.
beberapa hari lalu, salah seorang teman dari taman bilang kalo di artikel ini banyak yang ngobrol lagi, lalu saya ker warnet. dan menemukan perdebatan yang membingungkan.
dari obrolan tentang punk sampai JAO..wahhhh saya tidaklah menyangkan kalau tulisan ini jadi begini. waaaaaaaaaaaaaawwww cihuy yeaaaahh wow brtbrtserkdgsjdegh
kalo gak salah diatas ada yang bikin kalo saya mesti “bertanggung jawab secara moral” atas tulisan ini. tapi siapa yang bikin gitu setelah saya cari lagi ga nemu cooyy..jadi mungkin salah..
oke, begini, saya mau bilang apa ya????bingung…apalagi si sesa bilang jangan pake kata kotor.padahal yang saya tau hanya kata kotor seperti bangsat fuck kleng bangken sereg bojog cicing GOD damn DOG damn dll gimana doooong..toooooollllllloooooooonnnnnnnnnnnngggggggggg
baiklah untuk tetap membuat diskusi berjalan. jadi apa yang harus saya katakan ya? do keren, mulyono kool, sesa asik, pu3 wow
ya, begitulah.
kalau pun tulisan ini ga dicabut, saya kira ga masalah. saya kira ga akan mengancam JAO (atau punk).
demikian,
k
June 16, 2008 at 8:30 am
SesA
hahahahahaha…..
wwwwoooooooooowwwwwwwwww
Finally I find you…K…
klo gtu kita mulai lg ya…
tp mulai dari mana???
bngung??pasti lah….
diskusi tentang apa ya??
serba bingung ya…
Selama bang dod turun tangan, mas K yang menghilang..
tp skarang mas K datang, bang dod yang tidak datang-datang..
hahahha…
tp seneng lho….akhirnya sang penulis datang juga…
July 1, 2008 at 9:41 am
dod
Yang jelas niih ses; pada waktu datang ga usah pake diundang, dan waktu hilang ga usah pake dianter-anter segala..
ntar kaya si artis mistis sok serem yang luar biasa terkenalnya itu lohh…
iya, si jelangkung itu maksudku, yg akhir-akhir ini nge-top banget di layar bioskop di indonesia.
Tuk Muliyono:
jika saya menekankan bahwa tanggapanmu itu sebagai sebuah defenisi, setidaknya seperti itu yang kamu paparkan dalam tanggapanmu itu. jika maksudmu hanya sebuah interpretasi, bukankah semakin menyedihkan saja pertukaran pendapat ini?? jika semakin menjauhkan diri dari sebuah penyampain sebuah maksud yang didukungan oleh materi yg ada, sampai kapan mau hidup dengan angan-angan belaka?? atau perumpamaan semata?? pura-pura semata??
apakah saya yg lebih dulu mendefenisi sesuatu ataukah kamu sendiri yang telah (atau takut) mendefenesikan sesuatu, bukan itu inti yang coba saya jabarkan dari pertukaran pendapat ini. Bukan pula tentang negatif atau positifnya seluruh pendapat yg telah ada di tema ini.
Kejelasan seonggok JAO yg ingin ditekankan disini. Menjabarkan kehadirannya ditengah-tengah kondisi sosial skarang ini. Itu aja kok…
bye…
July 11, 2008 at 11:33 am
SesA
lho….
kayaknya blog ini sepi lg y???
August 5, 2008 at 9:38 am
k
tet teret tet tet diiiing puuuuuuuuung der duaaaaar jreng dug dug tak jreng
definisi redefinisi
teks konteks
aaahh masih panjang perdebatan ini sepertinya…
akhirnya yang bisa saya katakan adalah begini: ini si JAO dan si Punk cuma menjadi case sample. bukan dasar tulisan ini. atau jangan jangan perdebatannya sudah melampaui itu ya???aduuuuhhh mahap mahap what can i say brother and sister….
yaahhh biar ga sepi lagi ses..agar engkau tak kesepian huahahahahahahahahhaaaa ojeeeeeeeeeeekkk..
October 13, 2008 at 7:26 am
SesA
ooooooohhhhhhhh………
gk ngerti saya…
klo gtu…
ooooooojjjjjeeeeekkkkkkkkkkk jugggggaaaaa…
October 19, 2008 at 6:10 am
JRX
Mari bersulang……………………………….
October 20, 2008 at 9:41 am
BMX
Mari………………………………………
November 7, 2008 at 5:29 pm
+/-
mari menabung…………….
November 12, 2008 at 11:28 am
@----$
dengan merampok……….
November 12, 2008 at 3:14 pm
@----Rp
dan merampas uang sumbangan untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar……..
hahahahahhaahaha
November 22, 2008 at 11:24 am
fluktuasi moral bejad
dan merampas hak teman untuk kepentingan sendiri
cilakakkkk………
huhuhuhuhuhuhuhu
November 23, 2008 at 12:41 pm
boy strucks
ikutandonunggggg……..
December 4, 2008 at 5:00 am
fluktuasi rupiah
yang penting asiiikkkk deh ahhh
December 12, 2008 at 12:27 pm
mr .oi
OYI TOK WEZZ
December 12, 2008 at 12:30 pm
mr .oi
pokoke melu
December 21, 2008 at 10:32 pm
SesA
apaan sih nih???
kacau….
December 25, 2008 at 9:50 am
Mr moksa
Mari kita moksa bersama…….ayo…ayo…
January 20, 2009 at 8:22 am
k
woooooooooooo yeaaaaah!
January 30, 2009 at 4:25 am
tukang tidur
yah, udah selesai. padahal lagi asoy baca tulisan dan komentar2 cerdas dari kalian. tapi, apaboleh buat, tak selamanya layar selalu terbuka.
salam kenal. senang bermain di sini.
tukangtidur
March 14, 2009 at 3:52 pm
msc_05
keren ya
March 20, 2009 at 5:46 pm
abc_1
iya keren
October 7, 2010 at 3:55 pm
AKAdesain Beta
Desain spanduk warnet Derkonig…
Kunjungi websiteku juga yah :D…
July 10, 2013 at 5:22 am
celebrity solstice cruise
It’s awesome in favor of me to have a site, which is useful in favor of my knowledge. thanks admin
July 13, 2013 at 12:24 pm
movies denver
I’m not sure why but this site is loading incredibly slow for me. Is anyone else having this problem or is it a issue on my end? I’ll check back later
and see if the problem still exists.
July 21, 2013 at 10:17 am
business email address
you’re really a excellent webmaster. The website loading speed is incredible. It seems that you’re doing any unique trick.
In addition, The contents are masterpiece. you’ve performed a fantastic process on this subject!
April 21, 2014 at 2:22 pm
Hiram
Do you mind iif I qote a feew off your posts as lolng ass I provide credit andd sources back tto
your webpage? My website iis iin the exat same area off interest ass yours andd my visitors would definitely bbenefit from soje off thhe information youu provide here.
Plerase let mee know if this alright with you.
Thasnk you!